Presiden SBY (foto:net) |
"Saya hanya berharap, sebagai incumbent, janji-janji kampanye itu betul-betul rasional dan menawarkan sesuatu yang realistis dan dapat dicapai, jangan terlalu populis karena akan tidak mudah dicapai," kata SBY saat memberi sambutan acara berbuka puasa bersama di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Sabtu (3/8).
SBY menambahkan, kondisi itu pernah terjadi saat dirinya mengikuti pemilihan presiden pada tahun 2004 dan 2009 lalu. Saat kampanye, ada sejumlah calon yang mengucapkan janji yang tidak realistis, bahkan berlebihan.
"Saya ambil contoh, capres kita pidato gelegar berapi-api, tidak cukup pertumbuhan satu digit, tapi 2 digit, 10 persen. Nilai tukar Rp 7.000 atau Rp 8.000. Pendidikan kesehatan kaya miskin gratis, tidak akan ada impor lagi karena semua bisa dicukupi, korupsi tidak ada lagi, infrastruktur serentak, tanah akan dibagi-bagi sesuai land reform. Satu jam tepuk tangan itu," ungkapnya disambut tawa hadirin.
Dengan mengucapkan janji tersebut, maka saat menjabat dan dilantik menjadi presiden mendatang akan sulit merealisasikan janjinya. Padahal, sebagai presiden, lanjur SBY, ia harus benar-benar memahami situasi dunia dan korelasinya terhadap Indonesia.
"Apa konsekuensinya janji-janji itu tidak ada satupun yang dilaksanakan, atau 'ah malu saya' tetap nekat laksanakan, apapula yang akan terjadi kalau nekat dilaksanakan. (Janji) harus achievable, jernih dan tidak memberikan angin surga bahwa everything will be fine," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar