ilustrasi : net |
"Miris! Hukumannya tidak menjerakan," kata aktivis anak-anak, Budhi Kurniawan, seperti dikutip dari detikcom, Sabtu (1/6/2013).
Budhi lalu merujuk kepada Pasal 83 UU Perlindungan Anak yang menyebutkan kasus perdagangan anak didenda maksimal Rp 300 juta dan minimal Rp 20 juta. Sedangkan untuk pidananya, paling singkat 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara. Seharusnya MA merujuk semangat UU ini dalam memutus perkara di Dumai itu.
"Untuk denda perdatanya, seharusnya merujuk ke UU itu sebagai dasarnya dan itupun harus dengan denda maksimal," ujar Budhi.
Vonis ini juga dinilai tidak mencerminkan semangat MA dalam memberantas tindak pidana perdagangan manusia, terlbih anak-anak. Sebab semakin hari korban perdagangan manusia di Indonesia jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
"Mereka dijual antara lain diekploitasi sebagai buruh, menjadi korban pornografi, prostitusi dan narkotika," papar pria yang banyak terlibat dalam pembelaan hak-hak anak di Jakarta ini.
Dalam perkara nomor 137 K/PDT/2008 ini, hakim agung Imron Anwari, Timur Manurung dan Hakim Nyak Pha menjatuhkan vonis ganti rugi Rp 30 juta kepada orang tua korban. Trio hakim agung ini memecah Rp 10 juta untuk kerugian materil dan Rp 20 juta untuk kerugian moril masa depan anak.
"Kerugian immateril Rp 20 juta untuk kerugian moril karena takut, tertekan atau rasa malu serta kerugian masa depan secara sosial masyarakat," ucap putusan yang diketok pada 3 Januari 2011 silam.
Perdagangan anak ini terbongkar setelah satu satu korban berhasil melewati penjagaan 'bodyguard' untuk mengirimkan sepucuk surat kepada keluarganya pada Februari 2000 silam. (*)
0 komentar:
Posting Komentar