PEKANBARU, RIAUGREEN.COM - Pemerintah Provinsi Riau terus berupaya menekan belanja aparatur yang dinilai mubazir, salah satu yang menjadi sorotan perjalanan dinas dan biaya rutin di SKPD.
Kebijakan itu langsung disampaikan Gubernur Riau H. Annas Maamun dihadapan tokoh masyarakat dan tokoh adat lintas etnis dalam acara Silahturahmi di gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Kamis (12/6).
Diakui Gubri, kebijakan yang dikeluarkan bukannya tidak beralasan dari hasil evaluasi ternyata biaya perjalanan dinas dibeberapa SKPD bisa mencapai 26-36 Miliar pertahun.
"Banyak yang bertanya kenapa saya stop biar saya tanggung resikonya, rezeki pegawai sudah banyak, rumah pakai AC, mobil mewah, kenapa harus ke Jakarta," tanyanya.
Dikatakan Gubri, ia memperketat perjalanan luar karena dari hasil kopian dokumen pengeluaran yang diterima pengeluaran dari perjalanan dinas bisa mencapai 36 M.
"Bayangkan berapa banyak sekolah, rumah layak huni yanh bisa kita bangun dengan uang itu," ujar Gubri.
Gubri juga mempertanyakan alasan seringnya SKPD khususnya Kepala Dinas/Badan/Biro ke Jakarta jika hanya untuk acara yang tidak urgen. Dan anehnya yang berangkat selalu pimpinan.
"Mengapa kita harus ke Jakarta setiap minggu. Andai ada jangan hanya Kepala Dinas," sambil mencotohkan dirinya sering mewakilkan kepada Wagub, Sekda dan Kepala Dinas.
"Masih banyak masalah didaerah yang harus kita selesaikan, kenapa kita tidak ke Rohil, ke Inhil saja kenapa harus ke Jakarta, ke Batam," ucapnya lagi.
Selain perjalanan di as Gubri juga mengomentari biaya rutin khususnya alat tulis, kantor.
"Buat apa beli kertas dan tip-x begitu banyak, berapa betulah kertas yang kita butuhkan untuk surat-menyurat," ujarnya.
Bahkan Gubri mengancam jika tidak sanggup melaksanakan kebijakan tersebut ia mempersilahkan pegawai yang bersangkutan mengundurkan diri.
"Penghematan biaya perjalanan dinas dan biaya rutin kalau tidak sanggup ajukan permohonan behenti," pungkasnya.
Fitra Temukan Fakta Pemborosan
Fitra Riau selama ini mendapati fakta jika pengelolaan keuangan daerah di Provinsi Riau belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang menjadi pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Hal ini diharapkan menjadi pekerjaan rumah Gubenur Riau yang baru untuk berani merubah kebiasaan lama pejabat dalam pengelolaan keungan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan atau pertanggungjawaban.
Berdasarkan data FITRA Riau pada APBD tahun 2013 terdapat banyak anggaran yang mubazir itu, diantaranya alokasi anggaran perjalanan dinas pejabat daerah atau biasa dikenal dengan SPPD mencapai Rp332,6 miliar atau mencapai 4 persen dari total belanja daerah. Parahnya, ucap dia, besarnya anggaran perjalanan dinas itu lebih besar dari anggaran fungsi kesehatan yang langsung ke masyarakat. ‘’Tidak hanya itu, khusus SPPD ini saja kerap menjadi temuan BPK terkait potensi kerugian negara karena perjalanan dinas di SKPD tersebut,’’ kata Triono Hadi, peneliti Fitra Riau maret lalu.
Triono mengungkapkan, di tahun 2009 didapati temuan sebesar Rp2.433.743.200, tahun 2010 Rp3.055.000.000 dan tahun 2011 sebesar Rp1.030.399.600. Perilaku boros penggunaan APBD juga tercermin di beberapa item anggaran lainnya, seperti pengadaan pakaian dinas yang dianggarkan setiap tahun dengan dana yang tidak sedikit. ‘’Makan minum, belanja operasional yang tidak penting, belanja pembangunan yang tidak ada manfaat langsung terhadap kesejahteraan masyarakat Riau. Itu juga bagian mubazir,’’ ucapnya.
Selain persoalan belanja SPPD, ternyata pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial sangat rentan menjadi pemborosan APBD dimana tidak dinikmati langsung oleh masyarakat secara langsung. Alokasi anggaran hibah dan Bansos.
Anggaran Bansos, pada tahun 2013 saja dialokasikan Rp1,4 triliun dan tahun 2014 bisa mencapai Rp1,105 triliun. Pemborosan ini terjadi karena buruknya pengelolaan mengakibatkan penyaluran tidak tepat sasaran dan bahkan penyeluran anggaran tersebut rentan diselewengkan, meskipun hingga kini belum ada yang diproses keranah hukum. (red/rgi)
0 komentar:
Posting Komentar