Ilustrasi |
"BBKSDA Riau seharusnya melindungi spesies langka, tetapi malah justru melakukan penangkapan gajah di habitatnya," kata Riau Riko, Jumat, 10 Januari 2014.
Seekor induk gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) mati setelah dievakuasi tim BBKSDA Riau. Induk gajah berusia 20 tahun itu mati di Pusat Pelatihan Gajah Minas, Riau, Rabu malam, 1 Januari 2013 setelah dievakuasi dari Kecamatan Kepenuhan Hulu, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Senin, 30 Desember 2013. Kuat dugaan gajah mati akibat kelebihan dosis obat bius yang diberikan saat evakuasi.
Walhi mendesak Kementerian Kehutanan segera memberikan informasi jelas serta mengusut pihak yang bertanggung-jawab atas kematian gajah tersebut.
Menurut Riko, jika penangkapan gajah telah menjadi keputusan bersama, maka proses penangkapan harus dipersiapkan dengan matang. Harus diketahui ke mana tujuan gajah akan dipindahkan dan perlu dipastikan pemindahan tersebut tidak menimbulkan masalah. Selain itu, harus jelas manfaatnya dalam upaya pemulihan populasi gajah.
"Tim yang melakukan penangkapan harus terdiri dari orang-orang yang memiiliki berbagai keahlian, termasuk dokter hewan, paramedis, ahli satwa liar, pawang berpengalaman. Semuanya harus berkordinasi dengan baik,” ujar Riko.
Kecaman serupa dikemukakan juru bicara World Wildlife Fund (WWF) Program Riau Syamsidar. Evakuasi yang dilakukan BBKSDA Riau terkesan serampangan. “Penangkapan gajah liar juga harus melibatkan tim pemantau. Namun, prosedur itu tidak dijalankan,” ucapnya.
Kepala Bidang Humas BBKSDA Riau Zanir menolak kecaman Walhi maupun WWF. Dia berkilah bahwa proses evakuasi gajah dilakukan oleh tim yang terdiri dari orang-orang terlatih. "Tim kami sudah bekerja secara profesional selama puluhan tahun," tuturnya.
Zanir mengakui BBKSDA tidak melibatkan dokter hewan secara langsung. Namun, tim selalu berkordinasi dengan dokter hewan BBKSDA yang ada di Pusat Latihan Gajah Minas. (tpc)
0 komentar:
Posting Komentar