Namun, sudah 11 tahun lamanya PT SGP justru beroperasi di areal hutan Konservasi milik daerah Kota Dumai. selain itu pada anak perusahaan PT SGP yaitu PT Ruas Utama Jaya (RUJ) juga dinilai melanggar aturan dengan memiliki SK berjangka waktu selama 100 tahun.
Anggota DPRD Kota Dumai Prapto Sucahyo selaku ketua Fraksi Demokrat Plus yang juga tergabung dalam pansus HTI DPRD Dumai, kepada Harian Detil Minggu (1/7) menjelaskan, kedua perusahaan HTI dan HPH tersebut dinilai melanggar aturan, sebab yang satu sudah salah tempat dan tidak sesuai sebagai mana yang dibunyikan dalam SK kemenhut tahun 2001 yaitu di Kecamatan Bangko Kabupaten Bengkalis yang kini dimekarkan menjadi Rokan Hilir.
“PT.SGP sudah jelas sekali salah kamar, sebab lokasi yang didefenitifkan untuk operasional mereka yaitu di Kecamatan Bangko daerah tingkat II kabupaten Bangkalis yang kini dimekarkan menjadi Kabupaten Rokan Hilir, dan jelas-jelas bukan di daerah kawasan Kota Dumai. Sesuai dengan Sebaran hutan tanaman industri yang dikeluarkan oleh pusat perpetaan kehutanan sejak dulu sebelum jadi kawasan Dumai batas daerah Bangko dan Dumai itu tidak pernah berubah atau bergeser sedikitpun. Jadi bagaimana bisa SK yang dituju ke Bangko bisa menempati kawasan Kota Dumai,”jelas Cahyo.
Selama ini sebut Cahyo, sejak SK yang dikeluarkan Kemenhut tahun 2001 untuk PT SGP, seharusnya mereka ditarik izin operasionalnya pada tahun 2003. Karna setelah SK dikeluarkan mereka harus bisa membuat pemetaan wilayah kerja dengan rentang waktu setidaknya 2 tahun namun dari hasil informasi Dinas Kehutanan Riau laporan sejak dikeluarkan SK PT. SGP tahun 2001 sampai tahun 2008 mereka hanya membuat realisasi batas areal kerja hanya 0,02 persen.
“Dari hasil pansus DPRD Dumai didapati sejak terbitnya HPHTI tertanggal 15 maret 2001 PT SGP tidak pernah melaksanakan penataan batas areal kerja perusahaan, dan izin seluar 34.792 hektare yang didefenitifkan mereka hanya membuat realisasi kumulatif penanaman seluas 745 hektar sampai 2008 yaitu setara dengan 0,02 persen dari persentase realiasinya,”jelasnya.
Disebutkan Cahyo, kawasan yang sudah salah ditempati oleh PT.SGP dikawasan Dumai merupakan kawasan konservasi harimau Sumatra yang secara prinsip telah ditetapkan oleh mentri kehutanan RI dengan surat Mentri Kehutanan nomor.S.05/Menhut-VII/2006 tanggal 3 Januari 2006.
“Dengan lokasi yang salah, serta mekanisme perizinan dalam menata areal kerja yang tidak dikerjakan jelas jelas PT. SGP sudah menyalahi aturan dan sudah seharusnya walikota Dumai berkoordinasi dengan pihak pusat untuk mendudukkan persoalan salah lokasi ini. Sebab persoalan ini akan menjadi bom waktu bagi masyarakat yang berada diperbatasan, jika perangkat pemerintah daerah yang terdiri dari DPRD dan Pemko Dumai tidak sanggup menyelesaikan persoalanyang ada di Kota Dumai ini maka alamat akan bergejolaklah perbatasan dan kawasan Konsesi di Dumai ini sebagai mana yang sudah terjadi di Mesuji, tidak menutup kemungkinan Mesuji jilid II akan terjadi di Dumai,”ungkap Cahyo.
Dijabarkan Cahyo lebih jauh untuk pelanggaran yang dilakukan anak PT SGP yaitu PT.RUJ yang diberikan SK operasional selama jangka waktu 100 tahun jelas sekali mengangkangi PP nomor 7 tahun 1990 tentang HPHTI dan PP Nomor 6 tahun 1999 tentang pengusahaan dan pemungutan hasil hutan.
” PP nomor 7 tahun 1990 dan PP nomor 6 tahun 1999 itu jelas dibunyikan dalam Bab V tentang pemberian hak pengusahaan hutan dan tanaman industry, pasal 8 bahwa kepada pemohon yang memenuhi persyaratan diberikan hak pengusahaan HTI oleh mentri untuk jangka waktu selama 35 tahun ditambah daur tanaman pokok yang diusahakan. Sedangkan dalam PP nomor 6 tahun 1999 dibunyikan dalam pasal 15 dalam bab IV bagian ke dua tentang hak dan kewajiban disebutkan (1) hak penguasa hutan alam diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 tahun ditambah daur tanaman pokok. (2) hak pengusahaan hutan tanaman diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun ditambha daur tanaman pokok yang diusahakan.”jelasnya.
Sangat ironis, kata Cahyo, jika izin pengusahaan hutan tanaman diberikan hanya batas 35 tahun namun ditentukan dalam SK kemenhut SK nomor 46/Menhut-II/2006 untuk jangka waktu selama 100 tahun jelas –jelas mengangkangi Peraturan Pemerintah yang ditentukan oleh pusat. Oleh karena beberapa item tersebut pimpinan daerah Kota Dumai yakni Walikota Dumai diminta untuk mengkoordinasikan kepada kemenhut terkait salah posisi yang dilakukan oleh PT SGP serta peraturan izin selama jangka waktu 100 tahun untuk PT RUJ yang jelas tidak dibenarkan sesuai dengan PP.
“Walikota dan perangkat pemerintah Kota Dumai harus segera memulai menyelesaikan persoalan ini, jika hal ini dibiarkan melarut-larut maka dalam jangka waktu cepat atau lambat gejolak jilid II kembali akan terjadi di Dumai yang tidak menutup kemungkinan terjadi dikawasan perbatasan. Terbukti sudah ada jatuh korban akibat tidak jelasnya tapal batas antara lahan masyarakat dan lahan perusahaan.”pungkasnya. (Ocu)
0 komentar:
Posting Komentar