Dua Capres Rebutan Restu Kiyai, Efektifkah?
Selasa, Mei 06, 2014
Menjelang pemilihan presiden 9 Juli mendatang mereka rajin mengunjungi sejumlah kiai ternama.
Ahad (4/5/2014) lalu misalnya Jokowi yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengunjungi KH Maimun Zubair di PondokPesantren Al Anwar, Rembang, Jawa Tengah.
Sehari sebelumnya dia juga menemui mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif.
Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, safari politik Jokowi ke sejumlah kiai dan tokoh agama penting untuk menggaet calon pemilih di luar kader partaiberlambang banteng moncong putih.
Menurut dia kekuatan politik PDI Perjuangansebenarnya mencapai 24,5 persen dari jumlah calon pemilih di Indonesia.
Dengan kekuatanpolitik sebesar 24,5 persen suara menurut Hasto, PDI Perjuangan masih memerlukan 40 juta suara untuk memenangkan Jokowi dalam satu putaran yakni memperoleh 50 persen plus satu.
Prabowo subianto yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya juga melakukan safari politik ke sejumlah kiai dan tokoh agama.
Efektifkah langkah para politisi itu mendulang suara dengan menggaet kiai?
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan safari politik capres ke para kiai tidak efektif mendulang perolehan suara.
Di era pemilihan langsung seperti sekarang ini masyarakat bebas menentukan pilihan tanpa melihat suara dari kiai.
"Terlalu muluk-muluk jika berharap dengan mengunjungi para kiai bisa mendulang perolehan suara," kata Qodari, Senin (5/5/2014).
Qodari mengilustrasikan pada pemilihan 2004 lalu ada tiga tokoh Nahdlatul Ulama yang bersaing di pemilihan presiden dan wakil presiden. Ketua NU Hasyim Muzadi saat itu berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri.
Sementara Shalahuddin Wahid yang merupakan putra pendiri NU menjadi calon wakil presiden dari Wiranto.
Ada juga Jusuf Kalla yang berdarah NU berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono.
Apabila melihat secara struktural maka mestinya suara NU mengalir ke PDI Perjuangan yang mengusung Megawati-Hasyim.
Namun faktanya waktu itu banyak suara kader NU justru diberikan ke pasangan SBY-JK. Itu pun menurut Qodari bukan karena faktor JK yang kader NU.
"Itu lebih karena faktor popularitas SBY," kata Qodari. (red/dtc)
0 komentar:
Posting Komentar