JAKARTA, RIAUGREEN.COM - Masih ingat Robert Enke, pemain Hannover yang sempat disebut calon penjaga gawang nomor satu timnas Jerman tapi memilih bunuh diri akibat depresi?
Enke hanya satu dari sedemikian banyak pemain sepakbola yang memiliki masalah mental. Hail riset Federasi Pemain Sepakbola Profesional Internasional (FIFPro) menunjukan 26 persen pemain sepakbola mengalami gangguan mental, dan 39 persen pensiunan pemain professional depresi.
Riset melibatkan 180 pemain sepakbola yang masih aktif dari enam Negara; Skotlandia, Belanda, Republik Irlandia, Australia, dan Selandia Baru. Tujuh persen dari mereka mengkonsumsi rokok, dan 19 persen menenggak alkohol.
Dr Vincent Gouttebarge, pejabat medis FIFPro, mengatakan hasil riset ini bertentangan dengan kepercayaan publik. Ternyata, katanya, kehidupan pemain sepakbola profesional memiliki sisi gelap.
“Dibanding pemain yang masih aktif, mantan pemain lebih berisiko mengalami gangguan mental,” ujar Dr Gouttebarge. “Periode kritis seorang pemain adalah saat memasuki bulan pertama sejak mengumumkan pengunduran diri.”
Stan Collymore, Paul Gascoigne, Niall Quinn, dan Michael Johnson, secara terbuka bercerita soal masa lalunya dan bagaimana meeka memerangi depresi. Robert Enke, penjaga gawang Hannover yang sempat dipuji sebagai penjaga gawang masa depan timnas Jerman, cenderung meutup diri ketika tertekan hebat usai kehilangan putri tunggalnya.
Enke menabrakan mobilnya ke kereta super cepat tahun 2009. Ia tewas mengenaskan tidak jauh dari makam putrinya yang meninggal akibat kelainan jantung.
Sebastian Deisler pensiun pada usia 27 tahun akibat depresi, dan menghuni klinik perawatan mental. Ia muncul tahun 2000, dan memukau banyak orang. Pers menyebutnya pemain Jerman masa depan.
Namun, cedera berulang-ulang membuat Deisler tidak banyak bermain. Ia gagal berangkat ke Piala Dunia 2002 dan 2006. Di Bundesliga, Deisler juga tak banyak bermain untuk membantu The Bavarians memenangkan gelar.
Usai Piala Dunia 2006, Deisler masih sempat tampil bersama Bayern Muenchen. Januari 2007, Deisler mengumumkan pengunduran diri dari sepakbola.
“Saya sampai pada kesimpulan bahwa saya tidak diciptakan Tuhan untuk sepakbola,” ujar Deisler dalam keterangan persnya saat itu.
Kasus Chris Jackson, mantan kapten timnas Selandia Baru, lebih menarik lagi. Ia meniti karier bersama Wimbledon sejak masih bocah, namun tak cukup berbakat untuk bermain di klub-klub besar Eropa.
“Kecewa luar biasa akibat gagal berkarier di Eropa membuat saya depresi,” katanya. “Saya mengkonsumsi alkohol dan obat bius.”
Jackson, kini berusia 43 tahun, masih belum lupa bagaimana dirinya menghabiskan waktu berpesta, mengkonsumsi obat bius, dan alkohol, sebelum menjalani laga internasional. Padahal, sebagai pemain timnas, tugasnya tidak mudah.
“Saya menghabiskan beberapa jam sebelum laga dengan pesta, lalu tampil di lapangan dengan tugas menjaga Lothar Matthaus atau Ronaldinho,” ujar pria yang kini menjadi petugas pembersih di sebuah universitas.
Sampai beberapa tahun setelah pensiun, Jakcson masih dihantui kecemasan akan kinerja. Menurutnya, tertekan selama bertahun-tahun – terutama saat menjadi kapten tim – membuatnya depresi berkepanjangan.
“Saya sering merenung, dan saya akhirnya menyadari nyaris kecanduan alkohol dan obat bius,” kenang Jackson.
Jonny Walker, mantan penjaga gawang internasional AS, punya pengalaman lain mengenai bagaimana sulitnya menghadapi pensiun. Walker kini berusia 39 tahun. Ia hanya tiga kali memperkuat timnas AS.
“Suatu hari saya berada di stadion berkapasias 60 ribu sampai 80 ribu orang, dan bermain untuk tim nasional,” ujar Walker dalam wawancara dengan staf medis FIFPro. “Hari berikutnya semua itu tidak ada lagi. Saya bukan siapa-siapa. Tidak dikenal dan dibicarakan. Sekarang ada, besok tiada. Saya depresi.”(red/ic)
Source : inilah
0 komentar:
Posting Komentar