Perdagangan Manusia di Kota Dumai Kian Marak
Selasa, April 08, 2014
Hal tersebut diungkapkan tim kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA), sekaligus kepala Gugus Tugas penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Ratna Susiana dalam sosialiasi dan advokasi pembentukan dan penguatan gugus tugas dan penanganan tindak pidana perdagangan orang di daerah perbatasan dan kepulauan, di Balroom Hotel Grand Zurri, Dumai, Senin (7/4).
Dikatakannya, perdagangan orang dri tahun ke tahun selalu terjadi dengan modus yang berubah-ubah. Sejak tahun 2007 lalu, pemerintah mengatakan mencegah terjadinya perdagangan orang. Namun, kenyataannya perdagangan itu selalu terjadi.
Sementara Kota Dumai menyimpan kebutuhan pendapatan pusat dengan berbagai industrinya. Sehingga terjadi urbanisasi dengan jumlah yang cukup besar. Di tambah lagi, Kota Dumai mempunyai pelabuhan yang besar, dengan pintu yang terbuka lebar ke negara lain.
"Kasus perdagangan orang, mungkin tidak hanya di Dumai, sudah seperti fenomena gunusng es. Yang terungkap jauh lebih sedikit dibanding yang sebenarnya," katanya.
Sepanjang tahun 2013 lalu, hanya terungkap dua kasus di Kota Dumai. Hal tersebut belum menjadi data representatif untuk menggambarkan maraknya perdagangan orang.
Begitu juga dengan data secara nasional, pada tahun 2011 saja, hanya tercatat 205 kasus, sedangkan di tahun 2012 tercatat 102 kasus. Untuk tahun 2013, lebih sebanding dengan tahun 2012.
"Coba saja lihat di daerah-daerah, betapa banyak anak dipekerjakan di tempat-tempat tidak layak, seperti di panti pijit dan tempat hiburan lainnya. Dari mana mereka, berapa usianya, tidak diketahui secara umum, tetapi mereka dipekerjakan," katanya.
Dijelaskannya, perekrutan orang untuk bekerja di luar negeri kerap tidak sebanding dengan perjanjian awal. Misalnya, seorang anak dijanjikan bekerja di toko elektronik, namun sesampai di negara lain dijadikan sebagai pembantu rumah tangga. "Ini sudah masuk kategori perdagangan orang," katanya.
Menurutnya, dua kasus di Dumai bukan berarti tidak marak aktivitas perdagangan orang. Ia menyebut, kasus tersebut seperti fenomena gunung es.
"Dari beberapa kali melakukan koordinasi, tampaknya hal ini tidak lagi dapat disepelekan. Tidak ada satu daerahpun yang steril dari perdagangan orang," katanya.
Selain itu, baru-bari ini ada 19 orang disekap di Medan, yang dipekerjakan dipenangkaran walet. Sementara korbannya itu berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dua orang di antara korban sudah meninggal dunia karena mendapat perlakuan yang tidak layak.
Sementara itu, Kepala badan KBPP dan PA Kota Dumai, Marwan mengatakan, data dua kasus yang terungkap di Dumai sudah sejak tahun 2010-2013. Data tersebut diungkap kepolisian. Ia pun meyakini bahwa banyak kasus dipermukaan yang tidak terungkap.
Sebelum tahun 2004, katanya, Dumai menjadi kota pemulangan deportasi TKI dari Malaysia. Saat itu, disinyalir banyak terjadi kasus perdagangan orang. Namun, tahun yang sama Pemerintah Kota Dumai sepakat untuk menutup transit TKI di Dumai.
"Tahun 2011 ada pemulangan TKI besar-besaran dari Malaysia, namun di tolak Pemerintah Dumai. Penolakan itu, untuk mengantisipasi perdagangan orang," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, Gugus Tugas Penanganan TPPO Dumai perlu meningkatkan kinerjanya untuk merekam kemungkinan terjadinya TPPO. Sebab, kasat Reskri dan Kasat Intel bagian dari Gugus Tugas. Sehingga, pihaknya perlu meningkatkan koordinasi, untuk mencegah TPPO itu. (red)
0 komentar:
Posting Komentar