CINTA NEGERIKU

RIAU UNTUK INDONESIA

Facebook | Twitter | Advertise

Kubah Annas Maamun Menuai Kritikan Arsitek Riau

Minggu, April 20, 2014

PEKANBARU, RIAUGREEN.COM - Rencana Gubernur Riau, Annas Makmun yang akan merenovasi gedung kantor Gubernur Riau dengan penambahan kubah pada bagian atas, mendapat tanggapan dari para arsitek yang tergabung di IAI Riau. Hal ini menjadi polemik, karena rencana tersebut terasa dilakukan tanpa analisa yang jelas. Apalagi, tampilan kantor Gubernur erat kaitannya sebagai penanda budaya atau penanda arsitektur suatu daerah.


Arsiteknews memberikan dua pertanyaan pada para arsitek IAI Riau, yaitu ;

1. Kubah dari sudut pandang arsitektur Melayu ?
2. Fungsi kubah dan pemanfaatan anggaran ?

Berikut petikannya.
Syahjon, IAI – Ketua IAI Riau


Kubah di buat untuk mengakomodir ruang besar bebas tiang. Pada perkembangannya kubah menjadi simbol. Sedangkan fungsi bentang lebar sudah banyak inovasi lain yg lebih baik selain kubah. Jadi Penggunaan kubah pada masa kini hanya bagian dari estetika arsitektur.

Terkait isu perombakan atap kantor gub riau menjadi kubah hatus dilihat dari 2 aspek.

Pertama, kebutuhan ruang dibawahnya (dari segi fungsi bangunan). Kalo tidak ada perubahan fungsi yg membutuhkan kubah , untuk apa dibongkar.

Kedua,kelayakan atap. Disini terkait dgn kondisi fisik atap. Kalau atap sekarang masih bagus atau bahkan baru di renovasi (perbaiki) untuk apa diganti. Menimbulkan pemborosan dalam menggunakan anggaran.

Kebijakan dalam mengubah wajah arsitektur bangunan harus jelas dan harus disosialisasikan terlebih dahulu. Terutama pada arsitektur bangunan yg bertahun tahun menjadi ikon sebuah kota bahkan provinsi. Perobahan unsur estetika bangunan ( terutama atap) akan mempengaruhi image yg akan diwakilkan bangunan tersebut.

Terlebih lagi jika image tersebut mewakilkan cerminan kebudayaan tempatan. Jadi untuk bangunan monumental yang menjadi ikon suatu budaya harus sesuai dengan budaya yang akan diwakilkannya. Bukan menampilkan unsur arsitektur lain yg tidak berhubungan dengan budaya tempatan.
Doddy Anwar, IAI– Wakil Ketua IAI Riau

Perlu diluruskan, kubah tidak berasal dari arsitektur Islam, tapi, sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Jika kemudian, pada perkembangan selanjutnya masyarakat Islam lebih sering menggunakannnya dan kemudian menjadi sebuah identitas, itu hal yang berbeda.

Kalo tak salah, arsitektur Islam menyangkut 2 aspek.
Pertama, bangunan harus menghadap ke kiblat.
Kedua, bangunan itu fungsional dan bersih.

Dalam hal ini, kantor Gubernur bisa menjadi gerbang mengenal arsitektur Melayu. Meskipun budaya Melayu lekat dan kental dengan ke Islamannya, tapi arsitektur Melayu tidak mengenal penggunaan kubah.

Arsitektur yang ditampilkan pada bangunan kantor Gubernur yang telah ada sekarang, bagi saya, justru sudah mencirikan arsitektur Melayu yang penuh makna.

Coba perhatikan bangunannya. Kalo tak salah, dari bagian depan, penyangga bangunan kantor gubernur itu mengambil bentuk ombak lautan atau riak-riak air, sedangkan bagian atasnya, atau atap merupakan representasi bentuk kapal….inikan, pemikiran arsitektur Melayu.


Nah, kalau tiba-tiba diletakkan kubah…maknanya akan jadi berubah aneh……


Dalam ilmu arsitektur, kita mengenal teori ‘ Form follow the Function” atau bentuk mengikuti fungsi. Yang jadi pertanyaan saya, fungsi apa yang mau didapat dari adanya kubah itu ?. Kubah biasanya, ada, sebagai sumber pencahayaan pada hall dan sebagai penyangga bentang lebar. Apakah kantor Gubernur membutuhkan pencahayaan pada Hall nya ?.


Kalau, misalnya, kubah dibuat hanya untuk gagah-gagahan saja tanpa fungsi yang jelas, saya rasa itu sudah salah besar……Dan ini jelas, penggunaan anggaran yang tidak tepat.
Sunu Satriyo, IAI– Sekretaris IAI Riau


Saya tidak mengerti alasan pembuatan kubah. Setahu saya, arsitektur Melayu tidak kenal penggunaan kubah.


Jaman dahulu, kubah ini dibuat tentu dengan alasan dan pertimbangan tertentu, salah satunya sebagai solusi konstruksi bentang lebar dan sumber pencahayaan.


Jika dikatakan, kubah identik dengan mesjid dan budaya Melayu kental dengan Islam, maka, perhatikan dahulu penjelasan arsitekturnya.


Fungsi yang harus dipenuhi pada Mesjid itu adalah, tempat imam, tempat makmum atau jemaah, tempat wudhu dan kalau zaman dahulu itu disediakan tempat muazin melantunkan adzan. Kalau sebuah mesjid punya tower atau kubah, ini bisa dimanfaatkan Muazin untuk naik keatas dan mengumandangkan adzan. Agar suara, bisa langsung keluar ruang dan didengar masyarakat sekitar Mesjid.


Bangunan arsitektur itu harus fungsional, sesuatu itu dibuat karena ada alasan tertentu. Jadi, tidak mengada-ada. Sekarang, alasan teknis yang tepat meletakkan kubah pada kantor Gubernur itu, apa ?.
Rio Hamdani, IAI – Kabid Sistem Informasi Arsitektur


Saya rasa, sebagai gubernur Riau, pak Annas Makmun harus menunjukkan kecintaannya pada arsitektur Melayu.


Di arsitektur Melayu, ada lebah bergayut, kan ?…menanggapi keinginan pak Gubernur itu, saya jadi teringat makna lebah bergayut yang pernah disampaikan oleh pak Amru. Ada alasan lebah bergayut itu dibuat per satu-satu papan dan tidak seperti papan lisplang yang panjang…..kata beliau, kalo papan lisplang rusak maka harus dicopot semua, tapi kalo lebah bergayut rusak maka, satu rusak, yang satu itu saja yang diganti……


Bagi saya, ada 2 hal yang dapat disimpulkan dari pemahaman terhadap lebah bergayut itu ;


Pertama ; Arsitektur Melayu bicara tentang ke khas –an…..keberanian untuk menampilkan ke khas an itu menjadi karakter kuat satu bangsa. Lebah bergayut beda loh dari papan lisplang !.


Kedua ; Arsitektur Melayu bicara tentang perencanaan yang matang dan efisiensi. Perencanaan yang matang dan efisiensi jelas berkaitan dengan penggunaan anggaran yang tepat sasaran. Dari awal, lebah bergayut sudah direncanakan efisien…jika ada bagian yang rusak maka tak perlu dibongkar semua.


Hal ini yang tidak terlihat dari rencana pak Annas Makmun untuk mengganti atap yang ada dengan kubah tersebut. Analisa perencanaannya itu apa ya ?.


Dari sisi ke khas –an, kubah jelas bukan ke khas-an arsitektur Melayu…..Pak Annas Makmun juga mesti paham bahwa ke khas-an tiap wilayah atau daerah juga identik dengan keterampilan pertukangannya….setahu saya, pembuatan kubah disertai ornamen ukirnya itu, bukan keterampilan pertukangan asli Melayu Riau….Apa tidak lebih baik jika Gubernur Riau itu mengalokasikan dana itu dengan membuat program untuk mendorong penggunaan motif-motif Riau pada bangunan sehingga meningkatkan keterampilan pertukangan di Riau juga menumbuhkan industri kreatif lokal, yang akan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan melakukan ini saja, tanpa perlu merubah kantor Gubernur dengan kubah,….ini sudah menandakan gubernur Riau men support keberlangsungan arsitektur Melayu.


Nah, dari sisi penggunaan anggaran, apa yang mau dicapai dari bentuk kubah itu ? Berfungi sebagai apa kubah itu ?. Pelajari dahulu, apa fungsi kubah itu. Arsitektur itu harus punya analisa dan alasan pembuatannya.


Yose Rizal, IAI – Ketua Jurusan Arsitektur UNILAK


Dari sudut pandang saya…


Pertama, ‘Kubah’ tidak ada hubungan langsung dg budaya melayu, tapi kalau di hubungkan dengan ke-idetikan yg terbentuk, bahwa, “melayu adalah islam”, maka, kubah adalah indetitas yg tidak baku. Penggunaan kubah berawal dari penaklukkan Turki, terlihat pada ubah fungsinya gereja Hagia Sophia,. Beberapa negara di benua Eropa banyak yang mengaplikasikan ornamen kubah..salah satunya di jerman, saya lupa namanya…dulu saya pernah foto langsung.


Justru, saya lebih setuju dengan keidentikan lokalitas langgam arsitektur melayu itu sendiri..artinya, orang yang berjengot panjang bukan berarti Muslim…bukan?.


Begitu juga esensi kubah…bukan semata dimiliki orang Islam…


Kubah adalah cerminan kemajuan beradaban dari arsitektur sendiri ketika di temukannya “arch” atau lengkungan pd bangunan.


Kedua, fungsi kubah dan pemanfaatan anggaran?…ini yg tidak kita sadari secara langsung….


Jika memang negeri ini “negeri melayu yg islami” sebaiknya jangan menghabur2kan anggaran hanya karena ego sektoral ..alangkah baiknya anggaran digunakan untuk memperbaiki fasilitas publik contohnya, perbaikan fasilitas pendidikan dan kesehatan…


Islam menyukai keindahan, tetapi membenci kemewahan dengan kemubaziran…


Permasalahan ” pemakaian kubah” pada kantor pemerintahan ini, semata ego pemimpin kita saja…terlihat, tidak ada nilai pembelajaran tata pamong dari seorang leader, dalam hal ini gubernur…


Harus dicari rumusan dasar, esensi dari ” pemakaian kubah” dari kacamata akademis, budayawan, sosiologi perkotaan, arsitektur kota, dan partisipatori masyarakat kota untuk mewujudkan identitas kota yg “bermarwah”.
Weldy Eka Saputra, IAI – Akademisi dan Praktisi Arsitektur (Bahrain)


Arsitektur dijadikan sebagai salah satu “kendaraan” politik yang dapat memberikan “tanda” penguasaan suatu model pemerintahan pada daerah tersebut yang didasari pada pemikiran bahwa arsitektur “bersentuhan” langsung dengan masyarakat.


Alangkah baiknya, kalau “produk fisik” ini dijadikan sebagai salah satu sarana pendidikan bagi masyarakat tempatan tentang budaya, bukan sebaliknya dijadikan sebagai sebuah alat pendangkalan pemahaman terhadap budaya tempatan.


Apa yang terjadi sekarang pada bangunan Kantor Gubernur Riau merupakan sebuah “kutukan” yang berkelanjutan dari mulai awal berdirinya bangunan ini. Penampilan luar bangunan di desain dengan “copy and paste”-mungkin sedikit modifikasi-Planalto Palace di Brasilia yang didesain oleh Arsitek Oscar Niemeyer. Saya sempat bertanya-tanya, apakah seperti ini kualitas para arsitek di Riau pada zaman dulu ?????.


Untuk selang beberapa dekade, bangunan Kantor Gubernur Riau ini tidak mengalami perubahan desain yang signifikan. Setahu saya, perubahan desain dimulai pada saat Gubernur Saleh Djasit yang mempunyai ide untuk menambahkan “Arsitektur lokal” pada area pintu masuk utama kantor serta pembangunan kantor berlantai banyak. Tetapi ide ini dapat terealisasi pada saat Rusli Zainal menjabat sebagai Gubernur Riau.


Di dalam pelaksanaannya, penambahan “Arsitektur lokal” inipun mengakibatkan bangunan tidak lagi proporsional dan tidak memperhatikan komposisi bangunan secara keseluruhan. Selain itu juga tidak memberikan kesan “gagah” selayaknya sebuah kantor pemimpin.


Saat pertama sekali melihat judul dari berita ini, saya tidak begitu menanggapinya karena hal ini biasa terjadi di negara manapun dan ini bukanlah pertama sekali terjadi di Indonesia. Saya mulai terusik dan terkejut pada saat melihat gambar artist impression dari penambahan kubah ini, seperti kepala yang diantukkan ke benda keras sehingga muncul “benjolan” di kepala…hahahahaha…


Dari gambar artist impression tersebut terlihat bahwa “Arsitektur lokal” yang ada sekarang dihilangkan dan diganti dengan kubah, berarti “copy and paste” bangunan mana lagi nih ??? Apakah kualitas arsitek di Riau kembali lagi ke tahun 1960-an ?????…hhhmmmm…


Bagaimana dengan anggaran ?. Setiap adanya penghancuran dan penambahan hal yang baru, pasti akan berdampak kepada anggaran. Alangkah baiknya, kalau anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur bagi masyarakat atau digunakan sebagai dana penelitian tentang “Arsitektur lokal” sehingga didapatkan suatu standar yang dapat disepakati oleh banyak pihak.


Janganlah disalahkan para penguasa sepenuhnya. Tapi, cobalah intropeksi diri kita masing-masing sebagai seseorang yang disebut “Arsitek”. Sejauh mana kontribusi kita terhadap pembangunan ? Apakah dalam berpraktek sudah sesuai dengan kaidah-kaidah dan tata laku seorang Arsitek ?


Ini merupakan pe-er besar bagi kita sebagai arsitek yang ada di Pekanbaru khususnya dan di Riau pada umumnya. Kita tidak perlu menggadaikan harga diri, jadi diri dan profesi hanya untuk memenuhi keinginan para penguasa seketika !!!!!.
Themas Utomo, IAI – Akademisi dan Praktisi (Universitas Riau )

ARSITEKTUR DAN KEKUASAAN


Saat ini kita masyarakat Riau dihebohkan dengan munculnya gambar rencana renovasi gedung Kantor Gubernur Propinsi Riau yang memunculkan kubah pada bagian atapnya. Rencana menambahkan kubah pada gedung ini sebenarnya sudah bukan suatu rahasia,mengingat ketika Gubernur Riau Annas Makmun baru saja dilantik beliau telah melontarkan gagasan ini dan menjadi pemberitaan diberbagai media cetak lokal.


Setelah beberapa bulan berjalan ternyata Annas Makmun benar-benar merealisasikan ide kubah ini, tersebarnya gambar rancangan baru kantor gubernur yang memperlihatkan kubah telah menjadi keprihatinan banyak pihak terutama para arsitek dan masyarakat yang sadar akan sejarah kota Pekanbaru. Rencana gubernur Annas inipun menuai berbagai tanggapan, salah satunya rencana ini dianggap sebuah ide konyol dan berselera rendah, cenderung egois tanpa melibatkan masyarakat terlebih dahulu dalam proses perencanaanya, terutama pihak-pihak yang kompeten dalam perancangan arsitektur kota termasuk tokoh masyarakat, budayawan dan pihak akademisi .

Melihat kondisi ini saya tertarik untuk membahas fenomena ini dari sisi arsitektur dan kekuasaan, dimana kekuasaan disini diartikan sebagai tindakan diri secara lebih personal Annas Makmun atau kekuasaan politik sebagai tindakan secara komunal rezim penguasa saat ini, sebab melalui politik kekuasaan dapat diraih dan pada akhirnya akan mewarnai khasanah arsitektur secara keseluruhan.

Kekuasaan sering disebut dengan power dalam bahasa inggris walau tidak dapat diartikan secara bebas tapi memiliki kesamaan defenisi yaitu mulai dari ; kontrol, politik, kemampuan seseorang, energy dan lainnya. Dalam bukunya “Framing Place” Kim Dovey seorang teoritikus asal Australia menulis tentang kekuasaan dalam arsitektur, menurut dovey lingkungan binaan dibingkai oleh pola- pola dari kekuasaan, pola pola ini adalah Power, Program, Text dan Place, pola-pola inilah yang membingkai kekuasaan sehingga dapat terlihat dalam karya arsitektur.

Power merupakan alat mediasi atau mediator bagi terbentuknya lingkungan binaan (arsitektur), lebih dalam dovey mengatakan bahwa power dapat dikatakan sesuatu mengontrol yang lainnya untuk mencapai akhir.Power juga dapat dikatakan “keinginan untuk memuaskan diri”.


Power juga tidak bisa dilepaskan dari yang namanya empowerment yang berarti memberi wewenang/kuasa. Seperti yang dikatakan Dovey (1999:9) “ apabila seseorang diberikan wewenang atau kuasa untuk mengambil keputusan, maka kapasitas dalam bertindak akan mengalami peningkatan yang signifikan dari pada yang tidak mempunyai wewenang”.


Wewenang juga berhubungan dengan kebebasan dan kebebasan ini bisa menjadi keputusan yang sewenang-wenang terhadap orang lain. Power juga menurut dovey mempunyai berbagai konsep kata yang hampir sama pengertiannya tetapi berbeda satu sama lainnya, konsep ini sering dalam kehidupan sehari-hari yaitu : Kekuatan(force), paksaan(coercion), dominasi (domination), manipulasi ( manipulation), godaan (seduction),wewenang (authority).

Fenomena Kubah Annas Makmun

Melihat fenomena ini terlihat jelas bagi kita bagaimana seorang penguasa yang sedang mempertontonkan kekuasaannya. Wewenang dan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat riau kepada beliau memimpin selama lima tahun kedepan telah menjadi sebuah kebebasan yang sewenang-wenang bertindak sesukanya terutama dalam berarsitektur.

Rencana Kubuh Annas Makmun juga menunjukan bagaimana beliau mencoba mulai memaksakan pegalaman tempat (experience of place) yang pernah dibuatnya dahulu sewaktu menjadi penguasa dikabupaten Rokan Hilir ke wilayah lebih luas, Propinsi Riau. Tanpa disadarinya place seharusnya memiliki karakter yang berbeda dan bukan universal (spirit of place).

Dovey juga menyebutkan “kekuasaan hanya bisa dikontrol dengan kekuasaan “, point ini yang menjadi penting bagi kita pelaku arsitektur dan masyarakat Riau mengingat kitalah yang memberikan beliau wewenang dan kekuasaan, maka seharusnya kita bergerak menyuarakan perlawanan terhadap sikap sewenang-wenang sang gubernur yang ingin menguniversalkan wajah kota kita dengan selera rendahnya.

Saatnya kita bersatu melakukan tindakan nyata sesuai dengan power yang kita miliki dan tidak cukup hanya menghujat, berkomentar tanpa tindakan nyata, atau kita biarkan saja wajah kota kita dirubah menjadi bentuk yang tidak kita kenal seperti para remaja korea yang doyan operasi wajah sehingga muka mereka terlihat sama..???? (*)

source : arsiteknews



0 komentar:

Posting Komentar


Bupati Bengkalis Santuni 605 Anak Yatim-Kaum Dhuafa di Mandau

Bupati Bengkalis Serahkan Bantuan di Mesjid Baitulrahmah Duri

Dihadiri Bupati, Kajari Bengkalis Gelar Buka Puasa Bersama

Lingkungan

NASIONAL/ INTERNASIONAL

POLITIK

HUKUM & KRIMINAL

EKONOMI

MIGAS

UNIK&ANEH

OLAHRAGA

AUTO

TEKNOLOGI

 

SOSIAL

PENDIDIKAN

SENI & BUDAYA

All Rights Reserved © 2012 RiauGreen.com | Redaksi | Riau