CINTA NEGERIKU

RIAU UNTUK INDONESIA

Facebook | Twitter | Advertise

Sketsa: “Konspirasi Teroris” Papua Raib 17 Orang

Minggu, Maret 02, 2014

Add caption
RIAUGREEN.COM - Butiran hujan menhujam turun dari ketinggian pohon Lingua, berlingkaran batang empat rentangan tangan orang dewasa. Hutan lebat berkehijauan bergradasi, khas Mamberamo Raya, Papua. Titik hujan jatuh ke rawa bak petikan dawai harpa ditingkahi dingin hawa, liris tangis, bersahutan suara perempuan, entah tawa apakah gila.

Di balik pohon tinggi itu, beberapa orang pria berseragam bak tentara memasang mata tajam. Pandangan mereka tertuju ke sebuah gua buatan berpagar bambu berpenutup berpelepah rumbia. Di dalam “penjara” itu ada 9 pria. Delapan wanita lain ditempatkan di bedeng bak kandang babi hutan. Di sekitar para perempuan itu dipasang beberapa ranjau bambu runcing.

Ketujuh belas orang tadi dinyatakan hilang pada 3 Maret 2009, dalam perjalanan menggunakan speed boat dari Serui ke Mamberamo. Namun kapal itu tak sampai tujuan, raib ditelan bumi berikut 17 penumpangnya. Saya menulis verifikasi awal kasus ini di link http://kom.ps/AEkxth

Anehnya, ketika 9 orang, salah satunya perempuan asal Menado, karyawan PT Kodeco, perusahaan pemegang HPH, di kemudian hari juga lenyap pada Juni 2012, mereka justru bisa berkumpul dengan ke-17 orang dinyatakan hilang pada 3 Maret 2009 itu. Artinya peristiwa sempat ramai 2009 itu, lalu senyap, kehidupan mereka tersandera.

Pertanyaan siapa dalang semua ini?

Adalah satu dari sembilan orang karyawan Kodeco bernama DA, usia sekitar 27 tahun, kulit sawo matang, rambut keriting tipis, asli Serui, Papua. Ia sempat tiga bulan disekap. DA bersama RD lalu kabur, berlari dan berlari selama seminggu, dan kini mereka bisa kembali ke Jayapura. DA kepada Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) saya verifikasi di Jayapura, menyaksikan bagaimana kejadian keji terjadi.

“Para wanita bak dikandang babi itu, diperkosa banyak pria dalam sehari.”

“Salah seorang ibu, yang baru saja melahirkan, anaknya diambil, seketika lalu disetubuhi lagi.”

“Bergantian.”

“Ibu berkulit putih berparas cantik itu, kemudian hari sebelum saya kabur, menyayat nadinya dengan sembilu-bambu. Ia meninggal,” tutur DA di Jayapura ke Tim TPFI.

“Dia punya mayat ditutupi dengan daun-daun kemudian dibuang begitu saja di rawa-rawa”

Dalam kondisi jiwa terguncang, ketakutan, DA di rumahnya kini setiap orang masuk selalu terperanjat melompat. Ia bisa kabur dari rombongan itu ketika diminta mencari kayu bakar. Momen itu digunakan lari dan lari, termasuk mencuri kabur perahu orang ditemuinya di rawa. Bak adegan film jungle survival, DA mengaku demi menyelamatkan diri mengupas kelapa dengan mulut, menggigit bak beruk, termasuk mengunyahkan untuk kawan sepelariannya RD lemas dan kecapean.

Kasus raib 17 orang itu dalam verifikasi saya dan TPFI, berlatar penggunaan APBD, Kabupaten Mamberamo Raya, terindikasi korupsi lebih Rp 40 miliar di saat pejabat Bupati kala itu Demianus Kyeuw Kyeuw, kala itu care taker Bupati, dan Bendaharawan, Thomas A.E. Ondy. Sesuai dengan surat yang dikirim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kejaksaan Tinggi Papua, 4 Oktober 2013, tentang penyidikan bantuan dana pemberdayaan 58 kampung pada delapan distrik, APBD 2008.

Di dalam speedboat ditumpangi oleh 17 orang itu, tersebutlah salah satunya Ishak Petrus Muabuay. Ia adalah Kabag Umum Pemkab Mamberamo Raya. Ishak pernah mengkritisi penggunaan anggaran yang dilakukan oleh Demianus Kyeuw Kyeuw. Ishak juga pernah memukul Thomas Ondy karena menelantarkan pembayaran gaji banyak karyawan Pemda. Menurut keterangan kakak kandung Ishak, Regina Muabuay dan adiknya Hendri Muabuay, bahwa setelah Thomas Ondy dipukul lalu mengancam dan bilang, “Nanti kau lihat saja.”

Ishak Petrus Muabuay semula ingin digandeng oleh Demianus Kyeuw Kyeuw, sebagai calon wakilnya di Pilkada 2010. Namun Ishak mengatakan bersedia asal semua indikasi penggelapan uang APBD diaudit. Dan Ishak juga berencana melaporkan ke KPK. Di lain momen gelagat Ishak tercium oleh Demianus Kyeuw Kyeuw, bahwa Kabag Umum itu juga akan mencalonkan diri sebagai Bupati Mamberamo Raya.

Selain urusan di atas, di duga dalam speedboat itu ada 3 pengusaha, dalam hal ini Rahmania, di antaranya, salah satu wanita pengusaha Anggota IWAPI, yang berparas cantik, Ia saya duga sosok yang diperkosa beramai-ramai itu, membawa uang lebih dari Rp 1 miliar untuk kepentingan pembayaran karyawan proyeknya di Mamberamo kala itu. Rahmania anggota Bhayangkari, suaminya Kapten Suyadi, kini masih menetap di Serui. Dugaan soal membawa uang banyak itu dibenarkan oleh saksi mata saya temui di Jayapura. Pada 2009 itu belum ada bank di Mamberamo. Semua serba cash. Pada 2010 baru ada ada Bank Daerah Papua di Mamberamo.

Ketika kasus hilangnya 17 orang di speedboat itu terungkap, Pemda Mamberamo Raya seakan diam. Belum ada upaya intensif pencarian. Justeru upaya keras dominan dilakukan oleh keluarga, terutama pengusaha keturunan, Ferdianto Sunur, bergerak di bidang kontsruksi. Keluarga mereka pernah mencari sampai menyewa pesawat segala.

Adapun ke- 17 orang hilang itu lengkapnya; 1. Ishak Petrus Muabuay, 2. Rahmania, 3. Atika Saraswati, pengusaha, 4. Ferdiyanto Sunur, pengusaha PT, Karsa Tama, 5. Juliana Muay, pencari kerja, 6. Jack Karubaba, Pencari kerja, 7. Guntur Torobi, pencari kerja, 8. WaryonoWarobi, pencari kerja, 9. Dhopi Reba, pencari kerja, 10. Natalia Rumbiak, pencari kerja, 11. Erna Samori, pencari kerja, 12. Imroatul Khasanah, pencari kerja, 13. Gerson Wanggai, juru mudi speedboat, 14. Lambert wanggai, crew, 15. Maikel Kawari, crew, 16. Tonny Fonatab, crew dan 17. Brigadir Ayub Karubaba.

Pada 2011, Widiyanto P, Direktur Waspadnas Ditjen Kesbangpol Kemendagri, kepada TPFI mengatakan sudah melakukan upaya pencarian tentang masalah penyanderaan itu. Dan kala itu diperoleh keterangan menyebutkan bahwa sebagian besar para sandera masih hidup. Dan pada 2012 berada di sekitar Waropen Atas, Mamberamo Raya, lokasi di mana diperkirakan saksi mata DA melihat Rahmania digilir dan bunuh diri.

Esok, 3 Maret 2014, tepat lima tahun kasus ini terjadi. Salah seorang keluarga korban memohon kepada saya untuk bisa bicara ke media terutama televisi. Saya katakan di saat tahun politik kini, kisah seperti ini bisa jadi kurang laku. Saya pun pernah menyarankan seluruh telepon selular korban diforensik digital. Namun upaya ini, tentu membutuhkan biaya, tak banyak orang mau bekerja sosial. Saya katakan kini, kita coba saja di media sosial, siapa tahu satu, dua media mau mengupas masalah ini.

Dalam kulwitt saya di Twitter semalam dengan hastag #Verifikasi17oranghilangPapua saya pun menyitir riset literatur. Bahwa Koran Bintang Papua, 11 Juli 2011, juga pernah memberitakan 6 orang anggota Badan Intelijen Negara RI, berikut 5 warga sipil hilang di perairan Mansaburi Manokwari. Itu artinya 17 orang, ditambah 9 karyawan Kodeco, plus 11, berjumlah 37 nyawa “lenyap” seakan kini tak tahu rimbanya.

Sementara itu, Bupati Mamberamo Raya saat ini hingga 2015 masih Demianus Kyeuw Kyeuw. Telepon selularnya di nomor 081317737xxx tidak bisa saya kontak, nada tidak menjawab. Salah satu anggota TPFI, yang berusaha meminta waktu berjumpa dengannya mengkonfirmasi kasus raibnya 17 orang hilang ini, mendapat jawaban, “Kalau kau mau membahas masalah ini, tanya ke Polda Papua, itu tanggung jawab Polda Papua, kau mau ditangkap Polda Papua?”

Dan dalam penulusuran misteri hilangnya 17 orang penumpang speedboat ini, kemudian, ternyata diduga bertali-temali kepada pembunuhan Pendeta Zeth Krioma, saat mengantar logistik Pemilukada ke Barapase 8 April 2009. Pembunuhnya John Tanate dan Esau Rumaikewi, kini sudah dipenjara 20 dan 17 tahun.

Esau di persidangan hari ke-6 berteriak di ruang sidang. Ia mengakat tangan dengan Alkitab di kepala, “Saya akan terkutuk dan keluarga saya tujuh turunan akan terkutuk kalau saya membunuh pendeta. Tetapi kamu semua mesti bersyukur, karena saya tidak dibunuh juga, dan kalau saya dibunuh, pasti 17 orang yang hilang tetap misteri.”

John Tanate berkata ke kakak Ishak Muabuay, Regina Muabuay, ketika berkunjung ke penjara, “Aduh Ibu Guru kamu tolong saya, kalau saya biacara, saya punya keluarga habis. Kalau saya tidak bicara kamu semua benci saya.”

Itu artinya John dan Esau, bisa dijadikan saksi kunci. Entah mengapa kasus ini dibiarkan bak kentut, bau, tapi berlalu sahaja.(Rby)




source : kompasiana

0 komentar:

Posting Komentar


Bupati Bengkalis Santuni 605 Anak Yatim-Kaum Dhuafa di Mandau

Bupati Bengkalis Serahkan Bantuan di Mesjid Baitulrahmah Duri

Dihadiri Bupati, Kajari Bengkalis Gelar Buka Puasa Bersama

Lingkungan

NASIONAL/ INTERNASIONAL

POLITIK

HUKUM & KRIMINAL

EKONOMI

MIGAS

UNIK&ANEH

OLAHRAGA

AUTO

TEKNOLOGI

 

SOSIAL

PENDIDIKAN

SENI & BUDAYA

All Rights Reserved © 2012 RiauGreen.com | Redaksi | Riau