foto : net |
Dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Menteri ESDM Jero Wacik menyatakan bahwa penyesuaian harga eceran BBM bersubsidi jenis premium dan solar telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2013.
Dengan demikian, harga premium telah resmi dinaikkan menjadi Rp6.500 per liter dan harga solar menjadi Rp5.500 per liter.
"Harga tersebut berlaku serentak di seluruh Indonesia 22 juni 2013 mulai pukul 00.00" ujar Wacik saat mengumumkan harga baru BBM bersubsidi.
Kenaikan harga premium dan solar ini membuat masyarakat berbondong-bondong melakukan pembelian BBM bersubsidi itu. Menjelang pengumuman harga baru, antrean panjang terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Di Jakarta dan Depok, berdasarkan pantauan VIVAnews, peningkatan pengendara mobil dan motor yang mengantre untuk mengisi BBM di SPBU terjadi cukup signifikan satu jam sebelum pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi.
Suryo Septiono selaku Kepala SPBU 31-1310 yang terletak di Jalan Pramuka Raya, Jakarta, mengatakan peningkatan antrean pengisi BBM bersubsidi, baik dari kendaraan roda dua maupun roda empat, sebenarnya sudah mulai terjadi sejak Senin 17 Juni 2013, setelah RAPBN-P 2013 disetujui dan disahkan oleh parlemen.
Dalam kondisi normal, Suryo menjelaskan, Jumat 21 Juni 2013, di SPBU 31-1310 per harinya menghabiskan premium sebanyak 52.000 liter dan solar sebanyak 7.000 liter. Sejak ada isu kenaikan Senin lalu, penjualan meningkat menjadi 56.000 liter untuk premium dan 8.500 liter untuk solar "Kira-kira peningkatannya sebanyak 30 persen," kata Suryo.
Antrean kendaraan di SPBU juga terjadi kota-kata lain. Pantauan di SPBU Jalan By Pass Ngurah Rai, Nusa Dua, Bali, kendaraan roda dua maupun roda empat tampak terlihat menanti giliran untuk mendapatkan bensin, meski antrean panjang terjadi. Antrean kendaraan nampak mengular hingga ke badan jalan.
Begitu juga dengan SPBU di Sulawesi Utara. Di daerah Minahasa, seperti Tondano, kabupaten Minahasa terjadi antrean kendaraan roda dua dan empat. Bahkan, di daerah lain seperti Kota Tomohon dan Kabupaten Minahasa Utara antrean terjadi sejak siang tadi.
Seluruh SPBU Kota Manado, juga tak luput dari serbuan masyarakat. Saking banyaknya, anteran mengular hingga ke ruas jalan. Demikian juga yang terjadi di Bandung, Palembang dan kota-kota lain.
Pertamina sudah melakukan berbagai langkah antisipasi menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, salah satunya menambah impor premium dan solar di atas normal.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya Yuktyanta, Jumat 21 Juni 2013, menjelaskan Pertamina menambah impor 1,2 juta barel solar, 1 juta barel premium, dan 120 ribu barel avtur.
"Impor ini untuk menjaga stok premium dan solar aman selama 18-19 hari ke depan," katanya saat ditemui di Terminal BBM Pertamina, Plumpang, Jakarta.
Ia menjelaskan, impor dilakukan oleh anak usaha Pertamina, Petral dan impor ini dilakukan seminggu lalu. Rata-rata, Pertamina mengimpor 450 ribu barel BBM per hari, gabungan premium solar dan avtur. Untuk impor BBM dan minyak mentah, Pertamina sehari membutuhkan valas hingga US$125 juta per hari.
Peningkatan pasokan ini, karena ada tren peningkatan konsumsi BBM menjelang kenaikan harga.
Puncaknya terjadi pada Selasa 18 Juni 2013 lalu, di mana konsumsi premium di lapangan melonjak hingga 25 persen. Pertamina, kata Hanung, tidak melakukan pembatasan pembelian BBM dan memerintahkan seluruh SPBU untuk operasi 24 jam.
"Kami menemukan ada tren penimbunan di sini, karena kebutuhan sudah di atas normal," katanya.
Dia menuturkan, Pertamina akan menindak tegas SPBU yang tutup menjelang kenaikan harga. Sanksi tersebut berupa penutupan SPBU selama satu bulan jika terbukti sengaja tutup dan menjual solar kepada konsumen yang melakukan modifikasi tangki BBM. "Tindakan Pertamina sangat keras," ujarnya.
Kenaikan Harga BBM 2008 dan 2013
Setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 disahkan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah dapat melaksanakan rencananya untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Kebijakan tersebut dilakukan guna mengurangi anggaran subsidi demi ketahanan fiskal di tengah ekonomi yang belum pulih saat ini.
Kebijakan ini bukan yang pertama dilakukan pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menaikkan harga BBM pada 2008. Alasannya serupa, karena krisis ekonomi global yang membuat gejolak pada harga minyak.
Pada saat itu, harga BBM dinaikkan menjadi Rp6.000 per liter untuk premium, dan Rp5.500 per liter bagi harga solar. Kali ini, pemerintah juga berniat menaikkan harga premium menjadi Rp6.500 per liter dan solar Rp5.500 per liter.
Dengan penerarapan kedua harga BBM bersubsidi ini, maka angka itu tidak terlalu berbeda dengan 2008.
Tidak hanya itu, pemerintah kali ini juga menggunakan cara yang sama guna meredam dampak dari kenaikan harga BBM. Dampak itu antara lain, peningkatan kemiskinan, kenaikan harga bahan pokok, dan implikasinya dapat mengurangi daya beli masyarakat serta memicu laju inflasi yang berlebihan.
VIVAnews mencoba untuk membandingkan kompensasi BBM yang diberikan pemerintah pada kenaikan harga BBM pada 2008 dengan rencana kenaikan pada tahun ini.
Pada 2008, pemerintah membagi kompensasi kebijakan tersebut dalam tiga kluster. Kluster pertama, yaitu Program Bantuan Langsung Tunai, Beras untuk Keluarga Miskin, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Bantuan Operasional Sekolah, dan Program Keluarga Harapan.
Kluster kedua, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri dan klaster ketiga, yaitu Program Kredit Usaha Rakyat.
Sementara itu, pada 2013, pemerintah menyiapkan dua program kompensasi. Pertama, Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial yang meliputi penguatan program yang sudah berjalan seperti, Raskin, PKH, dan Bantuan Siswa Miskin.
Persiapan pemerintah kedua adalah program khusus kenaikan harga bahan bakar minyak, yaitu pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, alias nama lain BLT dan pengembangan infrastruktur pedesaan.
BLT Versus BLSM
BLT atau BLSM merupakan program pemerintah yang dapat diluncurkan dengan cepat dan dilaksanakan sementara selama periode krisis. Besar bantuan harus memadai, tepat sasaran, dan biaya pengelolaan cukup efisien.
Kompensasi tersebut bertujuan mempertahankan tingkat konsumsi dan kesejahteraan rumah tangga miskin dan rentan bila terjadi kenaikan harga BBM, yang diperkirakan meningkatkan harga pangan, dan kebutuhan pokok lainnya.
Bantuan ini tidak dimaksudkan untuk mengganti pengeluaran rumah tangga keseluruhan. Namun, merupakan tambahan pendapatan agar tidak terjadi penurunan daya beli, karena lonjakan inflasi. Kemudian, mencegah dampak negatif jangka panjang seperti penjualan aset, migrasi hingga kriminalitas.
Realisasi Penyaluran BLT 2008
Berdasarkan data di laman Sekretariat Negara, sebanyak 18,83 juta rumah tangga sasaran menerima tahap pertama penyaluran BLT yang disalurkan pada Juni hingga Agustus 2008. BLT sebesar Rp100 per RTS tersebut terserap 99,02 persen dari target yang ditetapkan pemerintah sebanyak 19,02 juta RTS yang mendapatkan kupon pengambilan BLT.
Pada tahap kedua pun, penyaluran BLT tidak terserap sepenuhnya, yaitu sebesar 18,77 juta RTS atau 98,74 persen.
Namun, rupiah yang dikeluarkan pemerintah pada tahap kedua lebih besar ketimbang tahap pertama, yaitu sebesar Rp7,51 triliun, dibanding tahap pertama Rp5,69 triliun. Secara total, pada 2008, penyaluran BLT mencapai Rp12,2 triliun.
Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan di 228 kabupaten/kota, 878 kecamatan, dan 2.644 desa/kelurahan yang dilaksanakan serentak 25 kantor perwakilan BPKP seluruh Indonesia menyebutkan, penyaluran BLT berjalan dengan baik. Hasil audit tersebut menunjukkan, ketepatan pendataan (86,16 persen), ketepatan penetapan (91,74 persen), dan ketepatan jumlah dana yang diterima RTS (97 persen).
Sementara itu, ketepatan waktu distribusi KKB --Kartu Kompensasi BBM-- (87,83 persen), ketepatan waktu penyaluran BLT (90,34 persen), dan pemanfaatan dana BLT oleh RTS (93,86 persen).
Evaluasi dampak program BLT terhadap kesejahteraan masyarakat miskin, di antaranya berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi. Sedangkan terhadap perubahan status, RTS penerima BLT yang naik kelas dari kategori miskin menjadi tidak miskin mencapai 35,1 persen.
RTS yang tidak menerima BLT hanya 28,2 persen yang berpindah status dari kategori miskin menjadi tidak miskin.
Sementara itu, RTS penerima BLT yang turun dari kategori tidak miskin menjadi miskin adalah 5,3 persen. Bagi RTS yang tidak menerima BLT, yang turun dari kategori tidak miskin menjadi miskin mencapai 8,1 persen.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tujuan program BLT untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin pada waktu pemerintah menaikkan harga BBM telah dicapai.
Rencana Penyaluran BLSM 2013
Sebelum program kluster pertama 2009, selain BLT yang telah disalurkan pada 2008, Badan Pusat Statistik telah menyelesaikan pemutakhiran data RTS melalui kegiatan Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS08). Dengan menggunakan basis data 2005, sebanyak 19,02 juta RTS, pemutakhiran menyeluruh menghasilkan data RTS sebanyak 18,5 juta, berdasarkan nama dan alamat.
Verifikasi BPS ini menunjukkan adanya sekitar 4,6 juta RTS yang tidak lagi layak menerima dan sekitar 3,9 juta RTS yang menjadi layak menerima bantuan. Perubahan ini disosialisasikan secara intensif, terutama kepada RT yang sudah tidak layak menerima walaupun masih memegang kartu BLT 2008.
Setelah periode tersebut, BPS terus melakukan perbaikan data. Mulai 2011, BPS melakukan Susenas secara triwulanan, di mana sebelumnya diselenggarakan dua kali dalam setahun. Perbaikan data tersebut, saat ini menghasilkan jumlah RTS menurun seiring dengan turunnya tingkat kemiskinan dari 15,4 persen pada 2008 menjadi 11,5 persen pada 2012.
Perbaikan data tersebut juga dihasilkan dari verifikasi penerima raskin yang terus dilaporkan para pimpinan desa dan kelurahan kepada Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di bawah pengawasan Wakil Presiden Boediono.
Verifikasi data tersebut menghasilkan penurunan RTS menjadi 15,5 juta dari sebelumnya 18,5 juta RTS pada 2008, jumlah RTS itu yang dijadikan patokan pembagian kompensasi kenaikan harga BBM termasuk BLSM.
Pada rencana kenaikan harga BBM kali ini, pemerintah akan memberikan BLSM sebesar Rp150 ribu per RTS selama empat bulan setelah kenaikan BBM diterapkan. Meski belum mengumumkan, pemerintah telah mengatur jadwal kapan BLSM tersebut akan diberikan kepada masyarakat yang rencananya pada Juli dan September mendatang.
Seperti pelaksanaan BLT sebelumnya, BLSM disalurkan melalui kantor pos, baik dengan pengambilan langsung ataupun diantarkan ke RTS masing-masing. Pemerintah mengklaim penyaluran BLSM kali ini akan lebih baik ketimbang BLT yang terdahulu.
Saat berbincang dengan VIVAnews, Rabu 19 Juni 2013, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Sugi Hartatmo, menjelaskan, lebih akuratnya penyaluran BLSM kali ini karena menggunakan sistem yang lebih modern ketimbang sebelumnya. Jika pada 2008 BLT dibagikan dengan menggunakan kupon, pada tahun ini, BLSM disalurkan menggunakan kartu elektronik.
Karena itu, kata dia, BLSM tidak bisa disamakan dengan BLT. Karena BLT tidak memakai kartu semacam itu. "Mudah-mudahan ini sudah lebih baik, karena datanya pakai Susenas 2011, yang hasilnya kemudian diperbaiki secara bertahap," tuturnya.
Karena saat itu, dia menambahkan, pada pembagian raskin ada perbaikan di tingkat desa dan kecamatan. "Kabupaten lalu mengusulkan data yang baru ke TNP2K," ujarnya.
Sistem kupon lebih rentan penyelewengan, sedangkan dengan kartu elektronik yang diberi nama Kartu Perlindungan Sosial (KPS), memiliki barcode yang harus diverifikasi oleh pemiliknya dengan menggunakan kartu keluarga atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimiliki.
Selain itu, kartu ini dapat digunakan untuk program-program kompensasi lainnya seperti, raskin, PKH, dan Bea Siswa Miskin (BSM), sehingga lebih efisien dan efektif.
Untuk program ini, pemerintah mengajukan pemberian bantuan sebanyak 5 bulan dengan anggaran Rp11,6 triliun. Namun, DPR dalam APBN-P 2013 menyepakati BLSM hanya disalurkan sebanyak empat bulan dengan anggaran Rp9,3 triliun.
Sisa anggaran yang dihemat sekitar Rp2,3 triliun sebagian dialokasikan guna penambahan anggaran infrastruktur dasar pedesaan, dan anggaran tak terduga termasuk untuk operasional penyaluran BLSM sampai ke pelosok.
Memperkecil Disparitas
Subsidi BBM pada APBN-P 2013 mencapai Rp200 triliun. Wakil Ketua Dewan Pakar Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Tatang H. Soerawidjaja, menjelaskan, subsidi BBM saat ini sudah salah kaprah. Definisi subsidi adalah untuk mewujudkan tingkat produksi domestik yang menjamin ketahanan nasional.
"Padahal, sebagian besar BBM yang dikonsumsi dalam negeri bukanlah produksi dalam negeri, melainkan barang impor," kata Tatang dalam tulisannya berjudul "Subsidi BBM memperlancar atau merusak pembangunan bangsa Indonesia?", yang dikutip VIVAnews.
Selain itu, disparitas harga BBM yang besar membuat penyelewengan marak. Terutama penyelundupan BBM ke luar negeri.
Dikutip dari laman sosialisasi-bbm.wapesri.go.id, harga BBM di Indonesia paling murah. Disparitas harga yang mencapai dua kali lipat ini menggoda para pelaku industri untuk mengejar keuntungan yang tidak sah dengan cara membeli BBM bersubsidi untuk dijual ke luar negeri.
Harga BBM paling murah di Indonesia Rp4.500 per liter (premium/RON 88). Sementara itu, harga BBM di Thailand mencapai Rp12.453 per liter (RON 91), Filipina Rp12.147 per liter (RON 92), Singapura Rp15.695 per liter (RON 92), Laos Rp13.396 per liter (RON 87), dan Kamboja Rp13.298 per liter (RON 92). Harga ini memperbandingkan BBM kualitas terendah yang tersedia di pasar.
Murahnya harga BBM di Indonesia juga membuat impor minyak naik tajam, akibat konsumsi minyak yang luar biasa. Pada 2012, konsumsi BBM mencapai 45 juta kiloliter. Padahal, kapasitas kilang di Indonesia hanya 30 juta kiloliter. Sisanya, sekitar 15 juta kiloliter diimpor pemerintah dari luar negeri.
Indonesia merupakan negara penghasil minyak, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia harus mengimpor minyak mentah ataupun BBM untuk menutup kekurangan tersebut.
Secara neto, Indonesia telah menjadi negara pengimpor minyak. Indonesia telah keluar dari organisasi negara pengekspor minyak, OPEC, sejak 2008.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Anny Ratnawati, menjelaskan, kenaikan harga BBM juga akan mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia lebih hemat, sehingga memperpanjang habisnya cadangan minyak Indonesia.
Cadangan minyak 3,6 miliar barel
SKK Migas mencatat cadangan minyak Indonesia saat ini hanya 3,6 miliar barel atau kurang dari 1 persen cadangan minyak dunia. Dengan pola produksi migas saat ini 800-900 ribu barel per hari, maka minyak Indonesia akan habis dalam 12 tahun, jika tidak ditemukan penemuan cadangan minyak baru.
Cadangan minyak Indonesia ini masih sangat jauh dibandingkan negara-negara lain. Dikutip dari laman OPEC, Venezuela memiliki cadangan minyak paling besar sebanyak 297,6 miliar barel atau 24,8 persen cadangan dunia.
Diikuti oleh Arab Saudi 265,4 miliar barel (22,1 persen), Iran 154,6 miliar barel (12,9 persen), Irak 141,4 miliar barel (11,8 persen), dan Kuwait 101,5 miliar barel (11,8 persen).
"Kalau pola konsumsi bisa dikendalikan, umur cadangan minyak dapat diperpanjang hingga 30-38 tahun. Kita menaikkan harga BBM untuk memikirkan generasi mendatang," kata Anny. (**)
Source : Vivanews
0 komentar:
Posting Komentar