ilustrasi / net |
"Dari hasil riset kami ditaksir kerugian itu Rp 1.500 triliun lebih, di mana penggarapan lahan hutan secara terus menerus mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup hingga kepunahan keanekaragaman hayati," kata Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid, di Pekanbaru, Rabu.
Ia menyebutkan, perambahan hutan di Riau terjadi sejak lama dan kalkulasi disepanjang tahun 2009-2012 menunjukkan hutan di wilayah itu makin sempit.
Menurut data Jikalahari, selama kurun waktu beberapa tahun itu sebanyak 500 ribu hektare areal hutan telah beralihfungsi.
"Kondisi demikian akan sangat membahayakan. Jika hutan terus tergerus, maka kerugian alam akan semakin besar," katanya.
Sementara itu pakar lingkungan dari Rona Lingkungan Hidup Universitas Riau, Tengku Ariful Amri, secara terpisah mengatakan, satu hal yang paling dikhawatirkan jika hutan terus tergarap oleh pihak-pihak berkepentingan adalah hilangnya keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.
Keanekaragaman hayati walau bagaimana pun, demikian Amri, tidak akan bisa tergantikan dengan uang sebesar apapun bahkan cara apapun.
Sisa hutan alami di Riau yang terus digarap hingga saat ini, berdasarkan rangkuman riset Dinas Kehutanan setempat dan sejumlah organisasi pencinta lingkungan, hanya tinggal kurang dari satu juta hektare.
Kerusakan atau kehilangan keanekaragaman hayati menurut pakar akan berdampak sangat negatif terhadap kehidupan manusia, terutama terhadap sisi perekonomian dan ancaman bagi ketahanan pangan Tanah Air.
Faktor penyebabnya, demikian Amri, yakni akan timbul berbagai serangan hama dalam jumlah besar-besaran yang mengarah keberbagai lahan pertanian dan perkebunan warga.
Hal demikian lebih disebabkan putusnya rantai makanan yang mengakar sehingga sistem ekosistem menjadi berantakan dan hama binatang akan cepat beralih pada sektor yang lari dari rantai makanan.
"Jika hama menyerang hasil atau tanaman pangan, maka bukan tidak mungkin, ketahanan pangan yang selama ini menjadi program dambaan pemerintah bukan hanya tidak tercapai, namun juga akan punah dan ketergantungan dengan produk pertanian impor akan semakin menjadi-jadi," katanya.
Atau mungkin, kalau tamanan industri atau lahan pertanian yang mengalami kerusakan masih bisa diperbaiki dengan pola atau siasat tertentu.
"Namun jika hutan yang mengalami kerusakan, maka sangat tidak mungkin akan bisa dilakukan perbaikan dalam jangga waktu yang singkat," katanya. (*)
sumber : antarariau
0 komentar:
Posting Komentar