JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Direktur PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM), Hartati Murdaya Poo memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai anggota Dewan Pembina Partai Demokrat dan anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN). Hal tersebut dilakukan Hartati menyusul penetapan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) di Buol, Sulawesi Tengah.
"Saya menjadi anggota Dewan Pembina Partai Demokrat karena diminta untuk berkontribusi memajukan partai. Demikian pula ketika diminta menjadi anggota KEN. Ketika sekarang ada persoalan yang menimpa saya, tentunya lebih baik saya mundur dari kedua jabatan tersebut," kata Hartati melalui siaran pers yang diterima wartawan, Senin (13/8/2012). Menurut dia, dengan mundur dari dua jabatan itu, dirinya bisa lebih berkonsentrasi menghadapi proses hukum di KPK.
Hartati ditetapkan KPK sebagai tersangka atas dugaan menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu. Adapun Amran, lebih dulu ditetapkan KPK sebagai tersangka. KPK juga menetapkan dua anak buah Hartati, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono sebagai tersangka.
Hartati bersama-sama Yani dan Gondo diduga menyuap Amran dengan uang Rp 3 miliar terkait hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit PT CCM dan PT HIP di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Uang suap itu diduga diberikan dalam dua tahap, pertama pada 18 Juni 2012 sebesar Rp 1 miliar kemudian pada 26 Juni 2012 sebesar Rp 2 miliar.
Dugaan keterlibatan Hartati dalam penyuapan ini terungkap melalui rekaman pembicaraan antara Hartati dengan Amran. Dalam rekaman tersebut Hartati meminta Amran mengurus HGU lahan perkebunan kepala sawitnya di Buol. Informasi dari KPK juga menyebutkan kalau pemberian suap Rp 3 miliar ke Amran itu dilakukan karena ada perintah Hartati ke Yani Anshori.
Sejauh ini Hartati membantah menyuap Amran. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) itu mengaku diperas Amran terkait kondisi keamanan perusahaannya di Buol.
"Perusahaan saya di Buol sudah beroperasi sejak tahun 1994. Tidak ada alasan bagi saya untuk menyuap, karena perusahaan sudah berjalan," kata Hartati.
Hingga kini, KPK belum menahan Hartati. Sebelumnya KPK pernah memeriksa Hartati sebagai saksi untuk tersangka Gondo. Seusai diperiksa, Hartati mengakui PT HIP dimintai uang Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, katanya, hanya Rp 1 miliar yang dikabulkan. Namun menurut Hartati, bukan dirinya yang menyerahkan uang ke Amran tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar