Asisten III Administrasi Ir H Nurahmi ketika memberikan replika rumah layak huni senilai Rp 45 juta kepada Baharuddin |
Mata lelaki lelaki 89 tahun itu nampak berkaca-kaca, persis kayak istrinya yang sudah berumur 60 tahun itu.
Berjubel orang sekampung memadati pekarangan rumah berukuran 5x5 meter yang sudah bertahun dihuni oleh pasangan ini. Rumah yang cuma berdinding papan tanpa kamar mandi maupun jamban, di Desa Silam Kecamatan Kuok.
“Ibo ati so e. Kami ughang miskin nyo. Kini, alhamdulillah kami bersyukur dan sangat berterimakasih bisa mendapat bantuan rumah ini. Tolong sampaikan ucapan terima kasih kami kepada Pak Bupati, Pak,” lirih suara Leha terdengar.
Bagi Lisuik dan Leha, program bedah rumah yang diberikan oleh tim safari ramadhan Pemkab Kampar itu, menjadi anugerah terindah sepanjang hidup.
Soalnya, sampai kapan pun keduanya tak akan pernah bisa mengumpulkan duit untuk membangun rumah yang benar-benar layak huni.
Sebab renta tubuh dan sesak napas Lisuik hanya bisa menderes pohon karet orang beberapa batang.
“Saya cuma buruh potong karet. Hasil yang bisa saya dapat hanya 3 kilogram seminggu. Bagi hasil dari karet itulah yang kami pakai untuk kehidupan sehari-hari. Kami tinggal berdua, sementara 6 anak-anak kami sudah tak di sini lagi,” katanya.
Tabrani, salah seorang warga yang ikut memadati pekarangan rumah pasangan renta itu mengaku sangat senang dengan apa yang dilakukan oleh Pemkab Kampar. “Sudahlah mengantar rumah untuk warga, kami bisa pula bertatap muka dengan pejabat dan buka puasa bersama,” katanya.
Nurahmi yang menjadi pimpinan tim safari ramadan itu minta supaya waktu membangun rumah nanti, sebisa mungkin dilakukan dengan pola swakelola. “Kami berharap masyarakat mau bergotong royong membantu pembangunannya. Kepada Pak Baharuddin, mudah-mudahan bantuan rumah ini bermanfaat,” katanya.
Lepas penyerahan rumah dan buka puasa bersama, tim safari ramadhan kemudian bergerak ke masjid Darul Amal, persis di bibir jalan lintas Bangkinang- Ujung Batu itu. Di sana, tim safari ramadhan menggelar sholat maghrib berjamaah, isya dan tausiyah.
Di masjid itu pula, Nurlela 42 tahun, menerima bantuan rumah layak huni, persis seperti yang diterima Lisuik. Warga Desa Pulau Jambu ini mewakili suaminya, Yulhelmi, yang tak bisa hadir di masjid itu.
Kehidupan Yulhelmi dan istrinya tak jauh beda dengan pasangan Lisuik. Mereka hidup dari upahan menyadap karet orang. Untuk menambah penghasilan, Yulhelmi musti turun ke sungai mencari ikan.
Kepada warga yang memadati masjid, lagi-lagi Nurahmi cerita kalau program rumah layak huni itu dibikin Pemkab Kampar, lewat proses yang cukup panjang. “Yang berhak mendapat rumah layak huni itu, dimulai dari rembuk RT, RW, Kadus, Kades, BPD dan tokoh masyarakat di bantu Camat. Pola semacam ini kita lakukan supaya penerima rumah layak huni itu benar-benar tepat sasaran. Alhamdulillah, sampai sekarang sudah 8 dari 42 yang kita serahkan,” katanya. (arief)
0 komentar:
Posting Komentar