CINTA NEGERIKU

RIAU UNTUK INDONESIA

Facebook | Twitter | Advertise

DPR RI : Pemerintah Kewalahan Hadapi Freeport

Minggu, Juli 07, 2013

PT Freeport Indonesia (foto:net)
JAKARTA, RIAUGREEN.COM - Pemerintah hingga saat ini masih kewalahan menghadapi PT Freeport Indonesia (PT FI) dan ratusan perusahaan tambang lain khususnya dalam upaya renegosiasi kontrak karya yang tidak kunjung selesai hingga sekarang.

Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Idris Lutfi menanggapi proses renegoisasi ini, terbukti hingga saat ini merujuk Pasal 169 huruf b UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) menyebutkan ketentuan dalam kontrak karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) disesuaikan paling lambat satu tahun sejak undang-undang ini diundangkan, kecuali mengenai penerimaan negara.


“Ironisnya hingga saat ini kita melihat proses renegoisasi berjalan alot dan tidak dapat terealisasi dengan maksimal khususnya perusahaan-perusahaan besar,” tegas Idris dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (27/6).


Menurut ketentuan UU No 4 tahun 2009, PT FI dan perusahaan tambang lain harus tunduk dengan hukum nasional Indonesia termasuk butir-butir renegosiasi mengenai luas wilayah kerja, perpanjangan kontrak, penerimaan negara atau royalti, kewajiban pengolahan dan pemurnian, kewajiban divestasi, dan kewajiban penggunaan barang atau jasa pertambangan dalam negeri.


Idris menambahkan, mengapa proses negosiasi sangat alot padahal sudah sangat jelas kedudukan hukum Kontrak karya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan di Indonesia. Diantaranya terkait hasil renegosiasi dengan PT FI hingga saat ini hanya butir kenaikan royalti emas dari 1 persen menjadi 3,75 persen dari harga jual per ton yang disetujui. Jauh sebelum UU minerba ada, sebenarnya ketentuan 3,75 % sudah ada sejak keluarnya PP No.45 Tahun 2003 yang menentukan tarif royalti emas adalah sebesar 3,75 persen dari harga jual perkilogramnya. Sehingga potensi kerugian negara yang ditimbulkan selama kurun waktu 2003-2011 sebesar kurang-lebih US$ 326 juta.


“Kontrak karya antara Freeport dan Pemerintah Indonesia belum memenuhi rasa keadilan, sehingga banyak butir-butir yang harus tunduk dengan UU” ungkap Idris.


Legislator dari Sumut ini menjeleskan, selain itu pelanggaran lain adalah Kewajiban divestasi. Komposisi saham PT FI adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. (AS) 81,28%, Pemerintah Indonesia – 9,36%, dan PT. Indocopper Investama 9,36% dimana kepemilikan saham PT Indocopper akhirnya dijual dan dibeli seluruhnya oleh FCX, sehingga kepemilikan FCX sebesar 90,64%.


“Divestasi menjadi penting karena dengan dikuasainya saham 51% oleh pemerintah maka kontrol dan pengawasan kegiatan pertambangan akan semakin baik, optimasi penerimaan Negara” jelas Idris.


Kewajiban divestasi mulai berlaku setelah perusahaan berproduksi selama 5 tahun. Aturannya badan usaha yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional.


“Masyarakat menilai tim renegoisasi lamban dan tidak berkerja dengan optimal dalam menyelesaikan beragam renegoisasi”. Kata Idris.


Sekian banyak masalah yang ada harus segera diselesaikan oleh tim renegoisasi, namun ketika melihat status renegosiasi KK masih belum ada kemajuan, Tim Evaluasi Untuk Penyesuaian Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 3 Tahun 2012 pada 10 Januari 2012 dinilai belum bekerja secara maksimal. (*)


source : energitoday


0 komentar:

Posting Komentar


Bupati Bengkalis Santuni 605 Anak Yatim-Kaum Dhuafa di Mandau

Bupati Bengkalis Serahkan Bantuan di Mesjid Baitulrahmah Duri

Dihadiri Bupati, Kajari Bengkalis Gelar Buka Puasa Bersama

Lingkungan

NASIONAL/ INTERNASIONAL

POLITIK

HUKUM & KRIMINAL

EKONOMI

MIGAS

UNIK&ANEH

OLAHRAGA

AUTO

TEKNOLOGI

 

SOSIAL

PENDIDIKAN

SENI & BUDAYA

All Rights Reserved © 2012 RiauGreen.com | Redaksi | Riau