(Dokumentasi) Perdagangan trenggiling di pasar satwa. Foto: TRAFFIC
Petugas imigrasi Vietnam hari Rabu lalu 14 Agustus 2013 menyatakan bahwa mereka telah menyita lebih dari enam ton trenggiling dalam sebuah truk pengiriman yang berangkat dari Indonesia.
Satwa langka yang dilindungi ini seringkali diolah menjadi bahan makanan di beberapa negara pengonsumsinya, termasuk di Vietnam. Tangkapan ini terjadi sepekan sebelumnya dalam sebuah inspeksi yang dilakukan di pelabuhan Hai Phong, ungkap seorang pejabat imigrasi Vietnam kepada kantor berita AFP.
Dalam truk pengiriman yang tidak dilengkapi dengan tujuan akhir pengiriman ini, ditemukan dokumen-dokumen pengiriman yang menjelaskan bahwa isi kontainer tersebut adalah ikan beku, tulang ikan dan sirip ikan. Hingga kini, pejabat imigrasi di Vietnam masih belum mengambil langkah tindak lanjut dari penyitaan ini.
Sementara itu Naomi Doak dari lembaga yang melakukan pengawasan perdagangan satwa liar, TRAFFIC menyatakan bahwa juga terdapat beberapa ratus mamalia lain dalam penangkapan pekan lalu, dan karena tidak ada pusat penyelamatan satwa di Vietnam, dirinya pesimis bahwa spesies-spesies hasil sitaan ini akan selamat.
Sejak awal tahun ini lebih dari 10 ton trenggiling, baik hidup maupun sudah dibekukan, telah disita dari Pelabuhan Hai Phong, Vietnam. Selain itu, pejabat imigrasi juga menyita 1,2 ton sisik trenggiling yang dianggap sebagai salah satu materi pengobatan tradisional di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur seperti Cina.
Harga jual daging trenggiling diperkirakan sekitar 3,8 juta hingga 4,8 juta rupiah per kilogram jika dijual di restoran-restoran di Vietnam.
Di tahun 2010, TRAFFIC merilis laporan yang memperkirakan sebuah sindikat kejahatan di Sabah, Malaysia bisa menjual 22.000 trenggiling dalam 18 bulan. Sementara di tahun 2011 diperkirakan antara 40.000 hingga 60.000 trenggiling diambil dari habitat mereka di Vietnam. Namun total perkiraan itu diperkirakan hanya sekitar 10% dari keseluruhan perdagangan yang tidak terungkap.
Perdagangan produk dari trenggiling ini dipicu oleh dua negara: Vietnam dan Cina, yang juga menjadi pemicu perdagangan gelap cula badak, gading gajah dan kulit serta produk turunan dari harimau.
Semua penyebab musnahnya trenggiling, baik itu perdagangan satwa, hilangnya habitat, minimnya perhatian dan penangkapan, membuat keberadaan satwa ini semakin berbahaya. Namun dengan upaya konservasi yang aktif, keberadaan mereka masih bisa diselamatkan. Sebenarnya, modal awalnya sudah jelas, bahwa memperdagangkan trenggiling di kawasan Asia atau dimanapun sudah dilarang oleh aturan hukum yang jelas. Lalu apa yang kurang?
source : Mangobay
0 komentar:
Posting Komentar