Korupsi Ijab Kabul Nikah Rugikan Negara Rp 1,2 Triliun !
JAKARTA, RIAUGREEN.COM- Inspektur Jenderal Kementrian Agama Muhammad Jasin menegaskan, penerapan biaya nikah di atas Rp 30 ribu merupakan pelanggaran. Bahkan, "Penerimaan tersebut tergolong dalam gratifikasi," ujarnya.
Dilansir republika.co.id, Menurut Jasin, hal tersebut tercantum berdasarkan Pasal 12b Undang-Undang Tipikor. Itjen Kemenag pun mencatat terdapat potensi gratifikasi sekitar Rp 1,2 triliun yang terjadi pada pernikahan.
Di daerah, banyak warga yang tidak tahu biaya pernikahan hanya Rp 30 ribu. Pengantin dari Metro, Lampung, Andra dan Nita misalnya. Pasangan yang menikah awal November 2012 ini harus mengeluarkan biaya Rp 500 ribu untuk ongkos pernikahan. Ongkos ini digunakan untuk mengurus administrasi berlapis dari kantor kelurahan, kecamatan, hingga Kantor Urusan Agama.
Pasangan ini tidak mendapatkan penjelasan detail untuk apa sebenarnya biaya itu dikeluarkan. "Paling dibilangnya untuk buku nikah sama petugas nikah (penghulu)," jelas Andra, Jumat (28/12).
Windi dan Arief, pasangan yang baru nikah awal Desember 2012 di Gedung Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, mengalami hal serupa. Ia menghabiskan Rp 400 ribu untuk mengurusi surat administrasi pernikahan di KUA. "Uangnya dibayar di muka, urusan administrasi selesai, dan buku nikah langsung diberikan setelah ijab kabul selesai," ujar Windi.
Sejumlah penghulu mengungkapkan, bayaran dari pemerintah yang terlalu kecil menyebabkan munculnya pungutan ini. Dia menyebut sejumlah biaya yang mahal yang tidak dianggarkan pemerintah, seperti ongkos dari rumah ke tempat nikah, biaya perjalanan pada hari libur yang tidak ada, mengurus surat-surat ke desa, hingga biaya untuk aparat desa.
Jika pemerintah menanggung biaya-biaya ini, penghulu ini berpendapat, praktik 'gratifikasi' seperti itu tidak akan terjadi. Mereka sendiri, jelasnya, tidak cukup uang untuk menutup semua biaya operasional tersebut, sehingga mengandalkan sumbangan para calon pengantin. Kebanyakan, sambung dia, sumbangan itu diberikan secara ikhlas. (*)
Dilansir republika.co.id, Menurut Jasin, hal tersebut tercantum berdasarkan Pasal 12b Undang-Undang Tipikor. Itjen Kemenag pun mencatat terdapat potensi gratifikasi sekitar Rp 1,2 triliun yang terjadi pada pernikahan.
Di daerah, banyak warga yang tidak tahu biaya pernikahan hanya Rp 30 ribu. Pengantin dari Metro, Lampung, Andra dan Nita misalnya. Pasangan yang menikah awal November 2012 ini harus mengeluarkan biaya Rp 500 ribu untuk ongkos pernikahan. Ongkos ini digunakan untuk mengurus administrasi berlapis dari kantor kelurahan, kecamatan, hingga Kantor Urusan Agama.
Pasangan ini tidak mendapatkan penjelasan detail untuk apa sebenarnya biaya itu dikeluarkan. "Paling dibilangnya untuk buku nikah sama petugas nikah (penghulu)," jelas Andra, Jumat (28/12).
Windi dan Arief, pasangan yang baru nikah awal Desember 2012 di Gedung Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, mengalami hal serupa. Ia menghabiskan Rp 400 ribu untuk mengurusi surat administrasi pernikahan di KUA. "Uangnya dibayar di muka, urusan administrasi selesai, dan buku nikah langsung diberikan setelah ijab kabul selesai," ujar Windi.
Sejumlah penghulu mengungkapkan, bayaran dari pemerintah yang terlalu kecil menyebabkan munculnya pungutan ini. Dia menyebut sejumlah biaya yang mahal yang tidak dianggarkan pemerintah, seperti ongkos dari rumah ke tempat nikah, biaya perjalanan pada hari libur yang tidak ada, mengurus surat-surat ke desa, hingga biaya untuk aparat desa.
Jika pemerintah menanggung biaya-biaya ini, penghulu ini berpendapat, praktik 'gratifikasi' seperti itu tidak akan terjadi. Mereka sendiri, jelasnya, tidak cukup uang untuk menutup semua biaya operasional tersebut, sehingga mengandalkan sumbangan para calon pengantin. Kebanyakan, sambung dia, sumbangan itu diberikan secara ikhlas. (*)
0 komentar:
Posting Komentar