Jakarta - Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati mengatakan, TNI
khususnya Angkatan Udara harus membenahi perilaku prajuritnya terkait
insiden kekerasan oknum TNI AU terhadap sejumlah wartawan saat meliput
jatuhnya pesawat Hawk 200 di Pekanbaru, Riau.
"Reformasi TNI harus integral, tidak boleh parsial. Bukan hanya
mereformasi alutsista. Dalam sishankamrata, perilaku prajurit justru
yang utama untuk dididik dan dibangun dengan nilai-nilai kebangsaan kita
yang mumpuni," kata Susaningtyas di Jakarta, Selasa. Susaningtyas mengatakan itu saat dimintai tanggapannya mengenai kekerasan yang dilakukan prajurit TNI berpangkat perwira menengah (pamen) terhadap wartawan saat mencoba meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Pekan Baru, Riau.
Ia menegaskan, kekerasan terhadap wartawan tak bisa ditoleran. "Wartawan itu kan jendela kita ke publik. Wartawan adalah jembatan bagi pejabat publik untuk berkomunikasi dengan masyarakatnya," katanya.
Ia pun menyesalkan oknum TNI AU yang menganiaya wartawan saat meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Riau.
Menurut dia, larangan meliput jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 karena ada bahan peledak yang dikhawatirkan membahayakan wartawan merupakan alasan yang dibuat-buat.
"Deteksi dini kan harus diberlakukan sebelum kejadian," jelasnya.
Kepala Divisi Advokasi Poros Wartawan Jakarta B Ali Priambodo menyatakan, lokasi pesawat jatuh merupakan ranah terbuka atau tempat umum yang boleh secara jurnalistik diabadikan dan diwartakan.
"Kami menuntut pihak TNI AU segera mengembalikan alat-alat utama dan alat pendukung peliputan yang diambil paksa dari tangan wartawan yang sedang melakukan peliputan dilapangan," katanya.
Selain itu, TNI AU juga harus segera memberikan informasi atau memulangkan wartawan yang ditahan pihak Provost TNI AU.
"Kami mendesak Kepala Staf TNI AU mengambil tindakan hukum terhadap Satuan/Personil TNI AU yang melakukan pemukulan, intimidasi, perampasan alat-alat peliputan," imbuh dia.
Peristiwa seperti ini sesungguhnya bukan kali pertama. Untuk diketahui, pada peristiwa jatuhnya Fokker-27 di kompleks Halim Perdanakusuma, Jakarta beberapa bulan lalu, arogansi oknum TNI AU juga terjadi.
Saat itu, sejumlah wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya dihalangi ketika meliput peristiwa yang merenggut beberapa nyawa itu. Sejumlah oknum TNI AU merebut peralatan liputan, seperti kamera, dan menghapus paksa rekaman yang ada.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Azman Yunus meminta maaf terkait tindakan anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap sejumlah jurnalis saat melakukan peliputan jatuhnya pesawat Hawk 200 di pemukiman warga di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.
"Saya atas nama Mabes TNI AU meminta maaf sebesar-besarnya terkait insiden tersebut," kata Kadispenau saat dihubungi di Bandung, Selasa.
Ia mengatakan, anggotanya bukan ingin menghalang-halangi kerja jurnalis untuk melakukan peliputan melainkan menyelamatkan pilot yang ditenggarai masih di dalam pesawat. Karena mereka (petugas) merasa dihalang-halangi, sehingga mereka mengamankan jurnalis.
"Mereka juga merasa labil dengan adanya peristiwa tersebut, sehingga melakukan tindakan seperti itu. Kendati demikian, tindakannya tidak dibenarkan. Kami akan mengirim ukuran kepada yang bersangkutan," kata Azman.
Tindakan oknum TNI AU itu, juga mengamankan jurnalis yang akan mengambil gambar, pasalnya pesawat tempur taktis saat jatuh itu terdapat rudal.
"Ini membahayakan bagi jurnalis dan warga sekitar yang menonton jatuhnya pesawat tersebut. Jarak aman (radiusnya) mencapai 100 meter. Ini harus `clear`," katanya.
Ia juga meminta kepada Komandan Lanud Rusmin Nurjadin, Pekanbaru, untuk menemui rekan-rekan wartawan yang mendapatkan tindakan kekerasan oknum anggotanya.
"Kalau ada kamera yang diambil diminta untuk segera dikembalikan. Intinya kami meminta maaf terkait insiden ini," ucapnya.
Sebanyak enam wartawan yang mengalami insiden tersebut, diantaranya Didik Herwanto, fotografer Riau Pos (Jawapos Grup), Fakhri Rubianto, reporter Riau Televisi, Rian FB Anggoro (pewarta kantor berita ANTARA), Ari (TV One) dan Irwansyah (reporter RTV) serta Andika (fotografer Vokal). (ar)
0 komentar:
Posting Komentar