CINTA NEGERIKU

RIAU UNTUK INDONESIA

Facebook | Twitter | Advertise

Kisah Sukses Gepeng Selama Bulan Puasa di Pekanbaru

Minggu, Juli 28, 2013

Pengemis Jalanan (ilustrasi:net)
PEKANBARU, RIAUGREEN.COM - Seperti biasa, sebagai mana pengalaman gelandangan dan pengemis (Gepeng) sebelumnya, Kota Pekanbaru merupakan lahan basah untuk mencari rezeki di bulan puasa. Pasalnya, warga Pekanbaru sangat suka memberikan sedekah bagi para pengemis yang mereka lihat untuk mencari pahala yang berlipat ganda.

Jadi, tak heran jika jika ramadhan tahun 2013 ini, banyak gepeng yang datang dari luar provinsi, seperti dari Sumbar dan Sumut. Seperti pengakuan salah seorang sumber, Muklis Purba, berasal dari Medan Sumatra Utara.

Dari pengakuannya, Purba sudah lebih dari Enam tahun menjadi supir. Bukan supir mobil atau sopir angkot. Tapi supir orang buta. Purba merasa senang dengan pekerjaannya menjadi supir orang buta karena penghasilan bisa mencapai 300ribu perhari.

Purba yang datang jauh-jauh dari Medan ke Pekanbaru hanya memanfaatkan bulan suci ramadhan untuk mengais rejeki yang sebanyak-banyaknya. Sebulan sebelum memasuki puasa, Purba sudah datang ke Pekanbaru. Hal ini ia lakukan untuk mencari siapa saja pasangannya untuk mencari uang di lampu merah. Kemudian, satu hari jelang lebaran, ia akan kembali lagi ke Medan.

Satu hari, Purba dua kali turun kelampu merah untuk mencari uang. Seperti bekerja di toko, ia dan temannya menggunakan sif. Kalau sif siang dengan ibu Dewi, ia mulai dari jam 11.00 Wib sampai jam 17.00.Wib Sedangkan shift malam, bersama pak Pen di mulai dari 19.00 sampai jam 22.30.Wib.

Tetapi, Purba sering juga berganti pasangan dengan yang lain. Tergantung, siapa yang nelpon dia lebih dulu kalau pasangan tetapnya sedang ada halangan. Soal lokasi di lampu merah mana yang enak meminta-minta, tidak usah di ragukan lagi. Purba sudah berpengalaman, sebab setiap tahun bulan puasa datang, Purba pun datang ke Pekanbaru.

Diakui Purba, selama ia mencari, seluruh lampu merah yang ada di kota Pekanbaru sudah ia coba. Tapi, ia lebih suka mencari di lampu merah depan Mall SKA. Sebab, dekat dengan tempat tinggalnya dan pengguna jalan selalu ramai.

Bahkan, Purba sudah tahu dimana lampu merah yang banyak pengendara melintas di jalan dan di mana yang pengguna jalannya sedikit. Selain itu, Purba juga sudah mempelajari dari mana datangnya arah Polisi Pamong Praja (Pol PP). Untuk itu, ia harus mencari dari arah yang berlawanan dengan arah datangnya Pol PP.

Sehingga, ia jarang tertangkap oleh Pol PP. Selama sebulan mencari di lampu merah, ia baru tertangkap sekali. Itu pun, karena arah yang berlawanan dengan arah datangnya Pol PP sudah diambil duluan oleh temannya. Sehingga ia tak sempat untuk kabur.

Dikatakan Purba, semua pekerjaan pasti ada resikonya. Begitu juga dengan pekerjaannya, resiko yang di hadapinya jika Pol PP datang.

Sambil menuntun orang buta menadahkan tangan kepada pengendara sepeda motor dan mobil yang berhenti di lampu merah, matanya juga harus waspada memandang jauh untuk melihat jika ada Pol PP yang datang. Jika terlihat dari jarak jauh, ia dan sibuta, segera menyingkir ke pinggir jalan sambil melepas peci hitam, lalu berjalan santai untuk mengelabuhi Pol PP.

Selama sebulan menjelang puasa, tiga hari sebelum bulan puasa, Purba pernah tertangkap saat razia tim gabungan Pol PP, Polisi dan Dinas Sosial. Ia di bawa ke poltabes lalu dibawa kekantor Dinsos.

Tapi hal itu tadak ada masalah baginya. Sebab, ia hanya didata oleh Dinsos lalu dijemur selama sejam di kantor Dinsos lalu di lepaskan lagi.

''Cuman di data, tanyai nama, alamat umur, dan di peringati jangan lagi nyari di lampu merah. Kalau mau nyari disuruh ditoko atau di pasar,'' kenang Purba.

Walaupun sudah tertangkap dan di peringati, Purba tetap saja tidak menghiraukan larangan dan ancaman dari Dinsos. Sebab, penghasilan di toko dan di pasar tidak seberapa.

Sementara di lampu merah, sekali turun, ia dan pasangannya masing-masing bisa mengantongi 150ribu per orang bahkan lebih. Jadi, satu hari selama dua kali turun, ia mendapat gaji 300ribu perhari. Dengan gaji 300ribu perhari itu lah, yang membuat Purba dan teman-temannya dari Medan pindah ke Pekanbaru. Sebab, di Medan, saingannya terlalu banyak di lampu merah.

Selain itu, pol PP di Medan sangat kejam. Satu hari, berkali-kali melakukan patroli. Sedangkan di Pekanbaru, Jadwal razia Pol PP sudah bisa di baca kapan mereka melakukan razia. Dan kalaupun tertangkap, besok sudah bisa lagi berdiri di lampu merah.

Hal itu yang membuat Purba dan rekan-rekannya merasa lebih enak. Kekompakan sesasama mereka juga disini kompak. Jika ada razia datang, bagi yang melihat pertama, mereka harus memberi tahu temannya yang lain untuk kabur dari lokasi.

Biasanya, Purba dan temannya berkumpul disamping Ruko dekat patung-patung kuda di belakang halte bus Transmetro. Sebagian dari mereka, untuk sementara waktu, tak jauh dari patung kuda, ada yang tinggal dibelakang ruko jalan Amal Mulia dan sebagian ada yang tinggal di losmen Muslim dalam pasar pusat. Sebab, di losmen itu, menginap sehari semalam, perkamarnya hanya 17ribu.

Sebelum turun kelapangan dan sesudah selesai, mereka sering ngumpul dan bercanda di warung dekat patung kuda. Sebab, tiga warung itu walaupun bulan puasa, tetap jualan dan tidak pernah di datangi Pol PP.

Semua gepeng dan anak funk, berbaur jadi satu di tempat itu. Tempat itu sudah mereka anggap sebagai rumah keduanya. Di sanalah mereka saling bertukar informasi dan bertukar pasangan kalau turun kelapangan.

Purba dan temannya, hanya memanfaatkan bulan puasa saja kalau Kepekanbaru. Sehari sebelum lebaran, ia akan kembali lagi untuk lebaran di Medan dan kembali menetap disana. (Wal)



0 komentar:

Posting Komentar


Bupati Bengkalis Santuni 605 Anak Yatim-Kaum Dhuafa di Mandau

Bupati Bengkalis Serahkan Bantuan di Mesjid Baitulrahmah Duri

Dihadiri Bupati, Kajari Bengkalis Gelar Buka Puasa Bersama

Lingkungan

NASIONAL/ INTERNASIONAL

POLITIK

HUKUM & KRIMINAL

EKONOMI

MIGAS

UNIK&ANEH

OLAHRAGA

AUTO

TEKNOLOGI

 

SOSIAL

PENDIDIKAN

SENI & BUDAYA

All Rights Reserved © 2012 RiauGreen.com | Redaksi | Riau