Bentrok Senama Nenek dan PTPN V |
SURAT TERBUKA
No. 560/SK-KontraS/X/2013
Mendesak Pengusutan atas Kasus Kekerasan Saat Aksi Sengketa Lahan di Desa
Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan
PTPN V Sei Kencana
No. 560/SK-KontraS/X/2013
Mendesak Pengusutan atas Kasus Kekerasan Saat Aksi Sengketa Lahan di Desa
Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan
PTPN V Sei Kencana
Kepada Yang Terhormat,
KAPOLDA RIAU
Brigjen Pol Drs Condro Kirono, MM, MHum
Di – Tempat
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) telah menerima informasi dari masyarakat terkait adanya tindakan kekerasan dan dugaan penembakan oleh aparat Polres Kampar terhadap Djunaidi warga Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau (selanjutnya disebut korban). Korban melakukan aksi damai terkait sengketa lahan antara warga Desa Senama Nenek dengan perusahaan PTPN V Sei Kencana pada tanggal 21 Oktober 2013. Akibat dari tindakan aparat Polres Kampar korban telah mengalami luka kritis dan trauma.
Berdasarkan keterangan masyarakat, kami memperoleh informasi sebagai berikut:
Pertama, Pada tanggal 21 Oktober 2013 sekitar 100 orang warga Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan anggota Ormas PNBR (Pagar Negeri Bumi Riau) melakukan aksi. Massa melakukan aksi damai di depan gerbang perusahaan PTPN V Sei Kencana dan menuntut dikembalikan lahan warga yang merupakan tanah ulayat seluas 2800 Ha. yang telah diserobot pihak perusahaan tersebut;
Kedua, Penolakan masyarakat terhadap perusahaan PTPN V Sei Kencana yang telah mengambil lahan warga seluas 2800 Ha. Namun hingga saat ini tidak pernah mendapatkan kepastian dari perusahaan tersebut meskipun pihak perusahaan telah berjanji untuk mengembalikan lahan warga. Akibat penyerobotan lahan tersebut warga Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau mengalami kerugian materiil dan immateriil;
Ketiga, Saat warga sedang melakukan aksi damai siang hari tiba-tiba terjadi bentrok berupa pelemparan batu ke arah massa aksi yang berujung tindakan kekerasan, pembakaran dan dugaan penembakan oleh aparat Polres Kampar. Sehingga mengakibatkan 1 (satu) orang warga pendemo mengalami luka tembak pada kaki kanan yang diduga terkena peluru dari aparat ketika membubarkan massa. Selain itu 6 (enam) buah motor warga hangus terbakar dan beberapa mengalami luka akibat lemparan batu dari pihak pamswakarsa perusahaan PTPN V Sei Kencana. Kemudian korban langsung dibawa ke RSUD Arifin Achmad Pekan Baru;
Keempat, Kemudian saat bentrok terjadi Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) dari Brimob dan Sabhara Polda ke Desa Senama Nenek, Tapung Hulu Propinsi Riau guna menghentikan bentrokan tersebut;
Kelima, Saat sore hingga malam hari anggota Brimob langsung melakukan sweeping ke rumah warga tanpa pemberitahuan sehingga sebagian warga mengalami ketakutan dan merasa terintimidasi. Hasil dari sweeping tersebut pihak Kepolisian mengamankan 38 massa aksi ke Mapolda Riau dan menetapkan serta menahan 18 massa aksi dari warga dan anggota Ormas PNBR sebagai tersangka dengan tuduhan pasal 170 KUHP, 160 KUHP dan UU Darurat No. 12 Tahun 1957. Sedangkan 20 massa aksi ditetapkan sebagai saksi dan wajib lapor. Adapun identitas (inisial) dari massa aksi yang ditahan sebagai berikut: DH, ER, YR, SR, SFR, MS, NZ, RP, TMS, RF, GH, RW, ST, AB, AW, FB;
Keenam,Bahwa sampai saat ini pihak Polda Riau belum menetapkan status hukum atas pelaku penyerangan, perusakan motor dan dugaan penembakan korban yang berakibat pada kerugian pihak warga Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Berdasarkan uraian di atas, kami menilai bahwa tindakan aparat Polres Kampar dan Polda Riau dalam melakukan pengamanan massa aksi dan proses penyelidikan telah melewati batas-batas kewenangan yang melanggar sejumlah peraturan perundangan-undangan dan peraturan internal Kepolisian, diantaranya:
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia:
Pasal 5: “Tak seorang pun boleh disiksa atau mendapat hukuman yang keji, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat”.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:
Pasal 25: “Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.“
Pasal 33 ayat (1): “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.
Undang-Undang No. 9 Tahun I998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum:
Pasal 5: “Warga ncgara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:
a. mengeluarkan pikiran secara bebas;
b. memperoleh perlindungan hukum.“
Pasal 7: “Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, Aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah;
d. menyelenggarakan pengamanan.“
Peraturan Kapolri No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum:
Pasal 21 ayat 1: “Penindakan terhadap pelanggaran penyampaian pendapat di muka umum dilakukan secara dini dengan menerapkan urutan tindakan dari metode yang paling lunak sampai yang paling tegas disesuaikan dengan perkembangan situasi dan memperhatikan asas-asas sebagaimana diatur dalam pasal 3.“
Pasal 23 ayat 2: “Pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).“
Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-Hara:
Pasal 18 ayat 2 huruf d, e dan f: “Setiap Detasemen atau Kompi PHH, wajib memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
Setiap anggota tidak boleh melakukan tindakan kekerasan terhadap massa, pelaku tindakan pidana maupun provokator yang ditangkap;
Setiap anggota wajib memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada massa dan warga masyarakat;
Setiap anggota tidak boleh membawa peralatan lain seperti senjata api dan senjata tajam, kecuali alat-alat yang telah ditentukan.“
Kondisi di atas menunjukan bahwa tindakan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang dilakukan oleh aparat Polres Kampar dan Polda Riau menjadi persoalan serius yang harus diperhatikan oleh institusi Kepolisian.
Oleh karena itu, kami mendesak kepada:
Kapolri untuk melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap seluruh Kapolda yang terlibat dalam pengerahan kekuatan senjata dan pasukan yang berlebihan. Hal ini untuk mencegah anggota Polisi dan massa aksi menjadi korban akibat perintah pimpinan yang tidak prosedural dan tidak menghormati nilai-nilai HAM.
Kapolda Riau untuk menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam tindakan anarkis saat melakukan pengamanan aksi damai terkait penyerobotan lahan warga Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau oleh Perusahaan PTPN V Sei Kencana yang mengakibatkan korban luka kritis dan trauma serta kerugian materiil/immaterial bagi masyarakat lainnya.
Kapolda Riau menyampaikan perkembangan penanganan perkara kepada korban dengan harapan adanya kepastian hukum dan keadilan.
Kompolnas, melakukan pengawasan atas tindakan aparat Kepolisian Polres Kampar dan Polda Riau yang melanggar ketentuan pengamanan aksi damai di lokasi perusahaan PTPN V Sei Kencana.
Demikian hal ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, 23 Oktober 2013
Badan Pekerja KontraS,
Sri Suparyati, SH, LLM
Wakil I Koordinator
Tembusan:
Kapolri
Kadiv Propam Mabes Polri
Kabid Propam Polda Riau
Irwasda Polda Riau
Kapolres Kampar
Kompolnas RI
Arsip
source : Kontras.org
0 komentar:
Posting Komentar